Kini, di depan mereka, nampaklah makam marmer indah. Makam putih itu dihiasi salib dan foto. Opa Hilarius pasti senang jika bisa melihatnya.
Pria berkemeja sederhana yang tadi ikut menggotong peti mati bergabung dengan Barki dan Bunda Manda. Nanda menepuk pelan bahu Bunda Manda. Ikut meneguhkan hati wanita itu dalam diam. Bunda Manda berdiri diapit jewelry sibling.
"Terima kasih Nanda, Barki..." lirih Bunda Manda.
Keduanya hanya mengangguk. Gesture dan ekspresi Nanda menyiratkan ia tengah mencari-cari sesuatu. Merasa ada yang kurang.
"Dimana Silvi?" tanyanya menuntaskan rasa penasaran.
"Silvi? Dia bersama Ayahnya."
Bunda Manda tertegun dengan apa yang dia ucapkan sendiri. Oh iya, saat ini Silvi bersama Ayah Calvin. Bagaimana keadaannya? Apakah dia nyaman bersama ayah kandungnya? Benaknya terusik sejumput pertanyaan.
"Jadi, suamimu sudah pulang?" cetus Barki tanpa menghiraukan raut wajah adiknya.
Suami? Tawa sarkas berdering di kepala Bunda Manda. Masih pantaskah ia menyebut Ayah Calvin sebagai suami? Tujuh tahun pria itu meninggalkannya. Meninggalkan istri dan putrinya tanpa nafkah lahir-batin. Bukankah pembiaran dalam kurun waktu selama itu sama artinya dengan talak?
"Dia bukan suamiku lagi," kata Bunda Manda dingin.
Barki mendengus. Sorot mata Nanda menajam. Sepasang kakak-beradik dari keluarga pengusaha berlian itu bersitegang tanpa kata. Satu merasa ingin segera memiliki Bunda Manda, satunya lagi terobsesi dengan putri kesayangan sang bunda.