"Tidak, Ayah. Nanti aku jadi obat nyamuk. Raissa, kan, lagi dekat dengan Papa." Sahutku ketus.
Sejurus kemudian, Ayah memelukku. Pelukannya begitu hangat dan erat. Kecupan lembutnya mendarat di keningku. Satu tangannya mengelus rambutku.
"Walaupun mungkin kelak Papa bersama perempuan lain, Ayah akan tetap ada untukmu. Kamu belahan jiwa Ayah, Sayang." Janji Ayah penuh kesungguhan.
Aku tak menanggapi. Mataku terpejam damai dipeluk dan dibelai Ayah.
"Even you grow up to be a mature woman, you still my baby girl."
** Â Â
-Fragmen si kembar
Tiap Minggu pagi, Adica menyambangi rumah ini. Sebuah rumah luas berlantai dua dengan enam kucing di dalamnya. Ia ada di sini hingga sore membungkus kota, semata demi perempuan cantik berambut coklat itu.
Manik mata Raissa mengerling Adica. Seperti biasa ia mengagumi pria orientalis itu dalam balutan best suit hitamnya. Adica melenggang angkuh ke rumah itu, melirik Raissa sekilas, dan berhenti di depan perempuan itu tanpa senyum.
Senin-Jumat berkencan dengan saham, kini Adica mengencani kekasih gelapnya. Buat workaholic seperti dirinya, wanita adalah kekasih gelap. Tumpukan pekerjaan adalah kekasih resmi. Mungkin terkesan aneh. Tapi biarlah, biarlah begitu.
Dua cangkir teh Earl Grey dan seloyang tart karamel disajikan. Keduanya makan dalam diam. Pria bermata sipit dan wanita dengan mata serupa hanya sesekali saling pandang. Ragu-ragu Raissa melempar tanya.