Resah, kulirik jam tanganku. Kucocokkan dengan jadwal shalat di iPhoneku. Zuhur telah tiba. Namun, jangan harap dapat mendengar azan di sekolah Katolik ini.
Hmmm, waktu Zuhur makin maju saja. Pukul 11.40 sudah masuk waktunya. Beberapa minggu lalu, aku masih bisa ikut pelajaran sampai pukul 12.00. Lalu masih bisa ikut makan siang lima belas menit setelahnya. Sekarang...?
Aku membereskan tas Catharina melihat gelagatku. Dia menatapku bingung.
"Ngapain? Suster Mariana kan masih ngajar," bisiknya.
"Shalat. Aku izin ya."
Kusandangkan tas ke bahuku. Aku bangkit, lalu menghampiri Suster Mariana. Guru Biologi itu mengizinkanku. Aku bernapas lega sambil mengayun langkah keluar kelas.
Tiba di koridor, aku bingung mau shalat dimana. Penyakit lamaku tak berubah tiap hari. Bisa saja aku memakai ruang kelas kosong, ruang doa, kapel, atau ruang musik. Namun, tidak enak juga kalau tiap hari terus meminjam ruangan-ruangan itu untuk shalat.
"Silvi, mau kemana?"
Jantungku mau copot. Ya, Allah, aku mau pingsan! Frater berperut six pac, berwajah setampan Christian Sugiono, dan berjubah putih itu berdiri di depanku!
"Ma...mau shalat." gagapku.
"Oh gitu. Shalat di ruang guru aja. Ruangannya kosong kok. Ayo, saya antar."