"Silvi, enak banget sih jadi kamu. Kakak-kakakmu ganteng maksimal."
Mendengar itu, aku terkikik geli. Ayah dan Papa ikut tertawa. Kudengar Ayah berkata lembut sambil bertoast dengan Papa.
"Wah, kita awet muda ya, Adica."
"Betul, Calvin. Umur 35 aja dianggap kakaknya Silvi. Masih laku nih kita."
Sontak semua temanku membelalak. Mereka kaget waktu kuberi tahu kalau kedua pria yang mereka kira kakakku, ternyata Ayah dan Papaku. Kekagetan itu berganti ketidakpercayaan.
"Ayah dan Papa? Jadi, ayah kamu ada dua? Masa sih?" Catharina, sahabatku, memasang ekspresi tak percaya di wajah ovalnya.
"Yups. Kamu nggak percaya?"
Catharina menggeleng. Satu tangannya memilin-milin rambut hitam keritingnya.
"Terserahlah. Yang penting mereka memang Ayah dan Papaku."
Natasha membuka mata segarisnya lebar-lebar. Keningnya berkerut seperti Wizzard pembawa apel beracun dalam Snow White. Gadis yang selalu menganggapku rivalnya itu menatapku, Papa, dan Ayah bergantian.
"Mirip...tapi nggak mirip. Kalian bertiga sama-sama putih. Tapi, mata dua ayah kamu sipit. Nah lho, mata kamu biru. Kamu bukan anak mereka ya?" tuduhnya.