Ruang rawat VIP dipenuhi atmosfer kecemasan. Sekumpulan pria-wanita berparas perpaduan Oriental, Barat, dan Timur Tengah duduk bersisian. Wajah mereka sendu. Mata mereka sayu.
Pria tampan yang baru menemukan kembali kesadarannya itu berulang kali berterima kasih. Wanita cantik berambut pendek dan berhidung mancung di depannya menyeka mata. Wanita lain, yang berambut lebih panjang dan bermata biru, merasa tertampar.
"I'm useless..." Sivia menyalahkan dirinya sendiri.
"Kenapa Alea yang bisa, bukan aku?"
Ummi Adeline, Rossie, dan Rinjani bergantian memeluknya. Abi Assegaf berbisik menenangkan. Jose memberi belaian singkat di lengan Sivia. Adica dan Reinhard meyakinkan Sivia kalau ini bukan salahnya.
"Mas Jose nggak cemburu Mbak Alea donorin darahnya buat Mas Calvin?" Ummi Adeline membisikkan tanya.
"Hanya orang bodoh yang mencemburui orang sakit." Jose menyahuti, dingin.
"Sebodoh orang yang ingin sakit agar diperhatikan."
Nada menyindir dalam suara Rinjani membuat Reinhard tertampar. Setelah melihat Calvin dengan kondisi seperti ini, dia menyadari betapa bodoh kemauannya. Nikmat sehat tak dapat ternilai.
"Siapa yang minta sakit? Bodoh sekali." Selidik Revan yang sejak tadi diam saja.
"Suamiku tersayang."