Silvi ingin merayakan ulang tahunnya bersama Ayah Calvin, Jose, dan Bunda Alea. Jose senang karena ia tak lagi kesepian. Sepasang sepupu yang terlahir sebagai anak tunggal itu saling menemani.
Lama-kelamaan Silvi iri melihat Jose yang kini memiliki keluarga utuh. Ingin rasanya ia meminta Paman Revan mencarikan Bunda. Namun, Paman Revan tak pernah mau menikah lagi.
Rumah Ayah Calvin adalah tempat ternyaman kedua setelah rumahnya. Silvi betah tinggal di kediaman bertingkat tiga dengan nuansa putih itu. Semua orang di rumah itu menyayanginya.
Ayah Calvin dengan senang hati menguncirkan rambut Silvi. Bunda Alea membelikannya dress cantik dan mahal. Jose meminjamkannya koleksi buku cerita terbaru.
Di dekat Ayah Calvin, Silvi merasa tenang. Gadis cantik bermata biru yang sangat mirip Papanya itu dapat melupakan kesedihannya sejenak. Sedih karena tidak punya ibu.
"Tapi Bunda Alea juga ibumu, Sayang." koreksi Ayah Calvin lembut.
Silvvi menggembungkan pipi. Satu tangannya menarik-narik jas Ayah Calvin.
"Bunda Alea kan nggak tinggal di rumah Silvi. Bunda Alea tinggalnya sama Gabriel." bantahnya.
Ayah Calvin tersenyum miris. Ternyata keponakannya itu rindu figur perempuan dewasa di rumah. Perempuan dewasa yang memasakkannya setiap hari, mendandaninya, memilihkan pakaiannya, dan membacakan cerita untuknya sebelum tidur. Benar bahwa semua tugas itu mampu dilakukan Paman Revan. Namun, kenyataannya Paman Revan tetaplah seorang pria yang sibuk dengan perusahaan keluarga.
"Ayah, Silvi ingin dikuncir..." pinta Silvi manja.