Gempa berkekuatan besar mengguncang gedung pencakar langit. Luar biasa, Ayah Calvin tetap tenang. Wajah tampannya tetap lembut meneduhkan. Tidak tergambar segaris pun kepanikan.
Ayah Calvin melirik relasi bisnis di kanan-kirinya. Ekspresi mereka mirip: cemas, gugup, tegang, dan malu. Mereka pastilah malu mendapati ketenangan Ayah Calvin.
Dua menit berselang, gempa pun berlalu. Saat itulah mereka bergegas keluar gedung. Kepanikan baru terasa di jalanan sekitar gedung perkantoran. Orang-orang meluber ke jalan sambil berteriak. Malam berbintang dirobek kepanikan.
Suasana bertambah panik ketika datang serombongan pengunjung pusat perbelanjaan. Mereka lari menyelamatkan diri. Anak-anak kecil menangis ketakutan. Ayah Calvin berada di pusat kepanikan. Dua anak perempuan menempel erat di punggungnya.
Sepanjang malam itu, Ayah Calvin ikut membantu menenangkan situasi. Fokus perhatiannya tertuju pada anak-anak. Ayah Calvin memberikan trauma healing sebisanya pada mereka.
** Â Â
"Bunda, gimana kalo Ayah kenapa-napa?"
"Nggak, Sayang. Semuanya akan baik-baik saja."
"Kenapa sampai sekarang Ayah belum kasih kabar?"
Malam berganti pagi Jose dan Bunda Alea duduk di depan meja makan dengan wajah kusut. Tidur mereka tak nyenyak. Semalaman Bunda Alea menggantikan Ayah Calvin untuk menemani Jose di tempat tidur.
"Tenang ya...Ayah nggak akan kenapa-napa. Ayo dimakan dulu havermutnya." Bunda Alea membujuk halus.