Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Serial Calvin, Jose, Alea] Temani Aku Sampai Akhirat

20 Juli 2019   06:00 Diperbarui: 20 Juli 2019   06:02 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Apakah Jose masih kurang."

"Bukan...kami inginnya darimu. Sayang ya, suamimu tidak sekuat itu."

Rentetan dialog itu menggoreskan kepedihan. Ada tanda menyalahkan, tanda menghakimi. Sungguh, ini pengalaman baru buat Bunda Alea. Ia terbiasa mendengar stereotip buruk untuk wanita. Sebaliknya, kini stereotip berbalik. Menghantam pihak yang tak pernah disalahkan sebelumnya.

Dalam gerakan slow motion, Bunda Alea memeluk Ayah Calvin. Keduanya berengkuhan, erat dan lama. Hangat mengaliri tubuh mereka berdua.

"Kau masih bisa memelukku. Hari ini, besok, dan selamanya." ucap Bunda Alea.

"Bagaimana jika kakak dan adikmu menginginkan perpisahan? Mereka tidak akan mengerti, Alea." ungkap Ayah Calvin sedih.

"Pilihan ada di tanganku. Kupilih kamu dengan hati. Kupilih kamu untuk menemaniku di dunia dan semoga di akhirat."

Keduanya bertatapan. Cinta mengalir dalam tatap. Sebentuk cinta platonis tanpa hasrat seks. Biarlah, biarlah orang-orang di luar sana gagal paham. Pilihan ini, toh mereka yang menjalani.

Ayah Calvin menyentuhkan keningnya ke kening Bunda Alea. Dua raut wajah cantik dan tampan itu tak lagi berjarak. Demi bulan terbelah yang pernah disaksikan sendiri oleh Rasul terakhir, mereka berdua ingin terus begini. Terus bersama selamanya, di kehidupan fana dan kehidupan kekal.

"Temani aku, Calvin. Temani aku sampai akhirat." Bunda Alea berkata penuh kesungguhan.

Langit di atas mereka tersenyum. Merekahkan warna biru bersih. Awan-awan seputih kapas tertawa bahagia menyaksikan pria berjas hitam dan wanita bergaun putih yang kini berpelukan untuk kedua kalinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun