Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Serial Calvin, Jose, Alea] Temani Aku Sampai Akhirat

20 Juli 2019   06:00 Diperbarui: 20 Juli 2019   06:02 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Temani Aku Sampai Akhirat

"Selamat pagi malaikatku." sapa Bunda Alea hangat.

Ayah Calvin menoleh sekilas, tersenyum pada istrinya, lalu berbalik kembali menghadapi cangkir teh dan botol madu. Mata Bunda Alea awas menatapi gerakan tangan Ayah Calvin. Dengan cemas, ia perhatikan rona pucat menutupi wajah tampan suaminya.


"Sini, aku saja." tawar Bunda Alea. Kedua tangannya terulur, meminta cangkir kristal itu.

"Tidak usah, Alea. Aku bisa sendiri." Ayah Calvin menampik halus, cepat-cepat mencampurkan teh dengan madu. Lalu membawa cangkir tehnya ke ruang keluarga.

Bunda Alea menjajari langkahnya. Menatap tepat ke dalam mata teduh teman hidupnya, lalu berujar perlahan.

"Calvin, kau tidak pernah memintaku melayanimu."

"Aku menikahi pendamping hidup, bukan pelayan."

Terenyak Bunda Alea mendengarnya. Ya, selama bersama Ayah Calvin, Bunda Alea tak pernah mendengar perintah ini-itu. Amat berbeda dengan kisah teman-temannya yang dihadapkan pada rutinitas menyiapkan pakaian untuk suami, memasak makanan, membuatkan minuman, dan melayani di tempat tidur. Sering kali Bunda Alea mendengar keluhan tentang betapa lelahnya menjadi seorang istri. Tapi tidak, dirinya tidak mengalaminya.

Seorang teman pernah melayangkan komentar bernada nyinyir. Terang saja ia iri. Iri karena Bunda Alea diperlakukan layaknya pendamping hidup, bukannya pelayan.

"Ya pantaslah kamu hidup bahagia gitu. Suami kamu kan nggak terikat jam kantor, he's a boss. Nggak kerja buat orang lain, malah orang lain yang kerja sama dia. Bangun tidur sampai tidur lagi kamu tetap syantik." Begitu bunyi komentar temannya.

Tes.

Darah segar menetes ke meja marmer. Sontak lamunan Bunda Alea buyar. Ia kaget mendapati hidung Ayah Calvin berdarah.

"Calvin, are you ok?" bisik Bunda Alea panik.

"I'm good." jawab Ayah Calvin.

"Sudahlah, Alea. Jangan mudah khawatir..."

Plush!

Sedetik berselang, Ayah Calvin memuntahkan tehnya. Sebagian air teh yang ia minum tak sengaja masuk ke hidung. Ayah Calvin terbatuk. Bunda Alea memeluk Ayah Calvin, menepuk-nepuk pelan punggungnya.

"Kau lebih sering tersedak, mudah lelah, dan...tidur 9-10 jam. Ada apa, Sayang? Kau kenapa? Apa kelainan darah di tubuhmu sedang jahat-jahatnya?" tanya Bunda Alea cemas, cemas sekali.

Tanpa menjawab, Ayah Calvin lembut melepas pelukan wanitanya. Cepat membersihkan tumpahan teh di lantai.

Darah dan tumpahan teh menghilang di saat yang tepat. Terdengar derap kaki di anak tangga. Jose turun dari lantai atas dengan wajah pucat. Ia hampiri Ayah-Bundanya, lalu bergantian mencium pipi mereka.

"Ayah...Bunda." Jose menunjuk rambutnya.

Masygul hati Ayah Calvin dan Bunda Alea. Rambut Jose mulai rontok. Terapi dengan cara memasukkan obat-obat keras itu menunjukkan reaksinya.

"Jose mau dipeluk Ayah sebelum tidur." pintanya.

Permintaan diiringi wajah innocent dan tatapan teduh begitu, mana mungkin ditolak? Ayah Calvin meraih tangan Jose. Membawanya kembali ke lantai dua.

**   

Tangan Ayah Calvin membelai-belai punggung Jose dengan lembut. Anak tunggal berparas tampan itu akan lebih cepat tidur saat dibelai punggungnya. Namun, malam ini Jose sulit sekali terlelap. Hingga sepertiga akhir malam berlalu, dia masih terjaga.

Malam merangkak mendekati pagi. Ketika pagi benar-benar berkuasa melukis langit, Ayah Calvin merenggangkan pelukannya. Berjam-jam sudah ia menemani Jose dalam posisi begini.

"Sayang, Ayah tinggal sebentar ya. Ayah mau nulis artikel, trus siapin sarapan dan obat buat kamu. Sebentar ya...?" kata Ayah Calvin lembut.

Refleks Jose menahannya. "Ayah di sini. Jose mau pelukan terus sama Ayah."

"Sebentar saja, Sayang."

Tetap saja Jose tak mau. Ayah Calvin menyerah. Alhasil ia tetap di sana. Berpelukan dengan anak semata wayangnya, menyalurkan kasih sayang tanpa kata.

Seperempat jam kemudian, Bunda Alea datang menemani mereka. Tanpa diminta, diselesaikannya draft tulisan milik Ayah Calvin. Sebuah tulisan tentang perusahaan telemarketing. Dia juga yang mengunggah artikel itu ke blog media warga tempat mereka biasa menulis. Ayah Calvin sangat berterima kasih. Inisiatif Bunda Alea membuatnya terbantu.

"Aku ingin meringankan bebanmu, Sayangku." ujar Bunda Alea.

"Aku tidak pernah merasa terbebani." Ayah Calvin menimpali.

Di luar dugaan, Jose lebih cepat tertidur saat bersama Ayah-Bundanya. Ayah Calvin dan Bunda Alea bergantian memeluk dan menciumnya. Mereka baru meninggalkan kamar setengah jam berikutnya.

Ayah Calvin menggamit tangan istrinya ke ruang terbuka di tepi kolam renang. Terdapat kursi-kursi berukir, meja kayu jati, dan baby piano di sana. Manik mata Bunda Alea lekat mengawasi malaikat tampan bermata sipitnya yang tengah memulai sebuah lagu.

Tuhan bolehkah ku meminta

Satu hari lagi bersamanya

Izinkan aku tuk memeluknya

Meski hanya sesaat saja

Apa semua itu masih mungkin

Saat dia bersama yang lain

Namun tetap kusimpan

Cintaku untuknya

Tetap setiaku menghitung hari

Tetap setia ku kan menanti

Hingga saatnya kan tiba

Dia kan kembali bersama (Calvin Jeremy-Tetap Setia).

Jauh di dalam hati Bunda Alea, sesuatu runtuh perlahan. Dapat ia rasakan kesedihan pendamping hidupnya. Seperti cenayang, Bunda Alea mampu membaca pertanda kesedihan. Pastilah karena pertemuan keluarga itu. Rentetan pertanyaan dari kakak dan adiknya terus terngiang. Pertanyaan yang mengguratkan rasa sakit di hati yang lain.

"Sepertinya kau bahagia ya, bersama Calvinmu itu."

"Ya, Calvinku pria terbaik selain Papa kita."

"Really? So...masa pria terbaik infertilitas sekunder gitu? Dia tidak bisa membuatmu memberi kami keponakan yang lucu."

"Apakah Jose masih kurang."

"Bukan...kami inginnya darimu. Sayang ya, suamimu tidak sekuat itu."

Rentetan dialog itu menggoreskan kepedihan. Ada tanda menyalahkan, tanda menghakimi. Sungguh, ini pengalaman baru buat Bunda Alea. Ia terbiasa mendengar stereotip buruk untuk wanita. Sebaliknya, kini stereotip berbalik. Menghantam pihak yang tak pernah disalahkan sebelumnya.

Dalam gerakan slow motion, Bunda Alea memeluk Ayah Calvin. Keduanya berengkuhan, erat dan lama. Hangat mengaliri tubuh mereka berdua.

"Kau masih bisa memelukku. Hari ini, besok, dan selamanya." ucap Bunda Alea.

"Bagaimana jika kakak dan adikmu menginginkan perpisahan? Mereka tidak akan mengerti, Alea." ungkap Ayah Calvin sedih.

"Pilihan ada di tanganku. Kupilih kamu dengan hati. Kupilih kamu untuk menemaniku di dunia dan semoga di akhirat."

Keduanya bertatapan. Cinta mengalir dalam tatap. Sebentuk cinta platonis tanpa hasrat seks. Biarlah, biarlah orang-orang di luar sana gagal paham. Pilihan ini, toh mereka yang menjalani.

Ayah Calvin menyentuhkan keningnya ke kening Bunda Alea. Dua raut wajah cantik dan tampan itu tak lagi berjarak. Demi bulan terbelah yang pernah disaksikan sendiri oleh Rasul terakhir, mereka berdua ingin terus begini. Terus bersama selamanya, di kehidupan fana dan kehidupan kekal.

"Temani aku, Calvin. Temani aku sampai akhirat." Bunda Alea berkata penuh kesungguhan.

Langit di atas mereka tersenyum. Merekahkan warna biru bersih. Awan-awan seputih kapas tertawa bahagia menyaksikan pria berjas hitam dan wanita bergaun putih yang kini berpelukan untuk kedua kalinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun