"Maaf ya...kemarin-kemarin aku lupa. Kita coba cari jalannya." lanjut Jose menyesal.
"Nggak apa-apa kok. Kamu kan lagi sakit."
Jose menggigit bibirnya. Ia sebal dengan kata 'sakit'. Haruskah sakit menjadi pembenaran untuk bersikap seenaknya dan mengabaikan orang lain?
Selepas kepulangan Steven, Jose mengingatkan Ayahnya tentang penutupan gereja. Ayah Calvin enggan menanggapi. Reaksi sang ayah membuat Jose kecewa.
"Mana Ayah Calvin yang baik hati? Ayah kan malaikatnya Jose..." protesnya.
Ayah Calvin menghela nafas berat. Kesedihan membayangi wajahnya. Ditariknya tubuh Jose ke dalam rengkuhan. Pelan-pelan dicobanya membuat Jose mengerti.
"Sayang, bukannya Ayah nggak mau bantu Steven. Ayah punya trauma soal itu." jelasnya lembut, lembut sekali.
"Trauma apa?"
"Dulu...dulu sekali sebelum Jose lahir, Ayah pernah mengurus izin mendirikan vihara. Prosesnya sangat sulit. Ayah menghadapi banyak penolakan. Mereka takut vihara itu merusak keyakinan orang-orang non-Buddha yang tinggal di sekitarnya. Mau mendirikan vihara saja dipersulit dimana-mana. Perjuangan Ayah ditentang banyak orang. Puncaknya...mereka melukai Ayah."
Suara Ayah Calvin begitu lembut. Lembut dan sedih. Hati Jose teriris mendengarnya.
"Ya sekarang Ayah buktiin dong kalo Ayah bisa bantu minoritas. Luka masa lalu bisa jadi kekuatan kita." saran Jose.