Sunyi sesaat memagari meja bundar itu. Hanya terdengar desis hujan dan lantunan suara penyanyi cafe membawakan lagu-lagu sendu. Cafe ini kecil saja. Nyaris tak ada yang istimewa, kecuali live musicnya. Ayah Calvin dan Bunda Alea memilihnya sebagai tempat quality time.
"Calvin, aku lihat kau resah dan tidak bahagia. Ada apa, Sayang?" Bunda Alea kembali bicara. Mengutarakan rasa ingin tahu yang menyeruak.
"Sepertinya Jose marah padaku." ucap Ayah Calvin letih.
Sontak Bunda Alea menggeleng-gelengkan kepala. Tidak, dia tidak setuju dengan perkiraan Ayah Calvin.
"Kau salah, Calvin. Jose rindu Ayahnya." ralat wanita bergelar Master of Art itu halus.
"Jose sulit sekali mengangkat teleponku. Dia tak banyak bicara kalaupun teleponku diangkat olehnya. Apa salahku?" tutur Ayah Calvin sedih.
"Kau tahu sendiri bagaimana kondisi anak itu. Dia butuh Ayahnya. Dia haus kasih sayangmu. Di sisi lain, kau harus memperhatikan keluarga besarmu."
Belum sempat Ayah Calvin menanggapi, pesanan mereka datang. Ayah Calvin tak lagi berselera menyentuh fettucinni, nachos, dan hot chocolate yang tersaji di meja. Bunda Alea mengangkat sendoknya, beriasp menyuap pasta.
"Oh...come on, Dear. Kau tega membiarkanku makan sendirian? Apa akta orang-orang?" bujuk Bunda Alea.
Luluh, Ayah Calvin memakan fettucinninya. Mereka makan dalam diam. Tak semua pertemuan harus didominasi banyak kata. Terkadang, diam menjadi pilihan yang damai.
Malam ini, Ayah Calvin dan Bunda Alea sama-sama memakai jas. Ayah Calvin dengan setelan jas Christian Dior, Bunda Alea nampak cantik dan berwibawa memakai jas berbahan linen sewarna krim. Sekilas keduanya lebih mirip partner bisnis alih-alih sepasang kekasih yang akan segera naik pelaminan.