"Paman Adica, terima kasih ya. Mau ajak Jose jalan-jalan," ucapnya perlahan.
Paman Adica hanya mengangguk. Angin dingin berdesis keras, menusuk tulang. Dipakaikannya sweater ke tubuh Jose. Entah mengapa, Jose rindu perlakuan seperti ini dari Ayahnya. Mengapa orang lain, bukan Ayah Calvin?
"Ayah..." rintihnya tanpa sadar.
"Aneh sekali kau, anak nakal. Baru beberapa menit berpisah dengan Ayahmu..."
"Ayah nggak ada waktu buatku. Ayah nggak pernah lagi ajak aku jalan-jalan."
Anehnya, Paman Adica menundukkan wajah. Dia terlihat kalut.
"Memangnya hanya kamu yang merasakan itu? Aku juga."
Pada saat bersamaan, seorang wanita cantik berlari kecil ke arah mereka. Syal merah di sekeliling lehernya berkibar. Wanita berambut pendek dan berkacamata itu melambai ke arah Jose dan Paman Adica.
"Aku mencari-cari kalian," kata wanita itu sedikit terengah. Pelan diletakkannya tangan ke atas lututnya.
Ragu-ragu Paman Adica memeluk pinggang wanita itu. Jose tersenyum padanya. Demi Ibrahim yang tidak terbakar saat dihukum Namrud, senyuman Jose lebih hangat dibanding pelukan Paman Adica.
"Auntie Syifa apa kabar?" sapa putra semata wayang Ayah Calvin itu.