Ketika Jose masih saja murung, Ayah Calvin mendorong kursi rodanya ke dekat kolam renang. Di sana, terdapat meja bundar penuh berisi pasta, kroket, blackforest, tenderloin steak, dan pizza. Semua itu makanan kesukaan Jose. Ayah Calvin yang menyiapkannya.
"Itu semua buat Jose?" tanya pemuda cilik multitallented itu, matanya berbinar senang.
"Iya. Tapi makannya sedikit-sedikit ya."
Ayah Calvin menyuapi Jose. Pria berjas hitam itu melakukannya dengan lembut. Jose elbih senang dirawat Ayahnya dibandingkan ketiga pengasuh. Soalnya Ayah Calvin lebih sabar dan tidak pernah kasar.
Dua jam berikutnya, Jose perlahan menemukan kembali semangatnya. Ia mulai menikmati hari raya dalam sepi. Keluarga besar Ayah Calvin tidak merayakan hari kemenangan. Tapi, asalkan ada Ayah Calvin, itu sudah cukup. Toh tak ada bedanya bila ada kumpul keluarga. Mereka akan tetap mengata-ngatai Jose "darah-campuran". Seperti Severus Snape saja yang punya julukan "half-blood-prince".
Hari raya tahun ini benar-benar sepi. Tak ada siapa-siapa di rumah besar berlantai tiga itu. Hanya ada Jose dan Ayah Calvin. Jangan harap duo mata biru Paman Revan dan Silvi akan datang. Biasanya mereka punya acara sendiri. Begitu juga Paman Adica. Paman Adica mungkin lebih senang menghabiskan hari raya bersama calon istrinya, Bibi Asyifa.
Kalian akan kecewa bila mencari-cari ketupat dan kelengkapannya di rumah Ayah Calvin. Jose tak suka semua makanan itu. Sang ayah hanya akan menyediakan masakan kesukaan anaknya.
"Oh iya...Jose lupa. Jose belum Lebaran sama Ayah." kata Jose seraya bangkit dari kursi rodanya.
Ya, Jose bisa berdiri! Kaki dan tangannya bisa digerakkan sedikit. Ayah Calvin tersentak kaget, buru-buru meminta Jose duduk lagi. Namun Jose menolak.
"Ayah aja yang duduk," tunjuknya ke sofa hitam berbentuk dadu.
Sesaat Ayah Calvin ragu. Perlahan pria tampan bermata sipit itu mengenyakkan tubuh di sofa. Dipandanginya Jose dengan cemas.