"Ayah! Ayah!" seru Jose memanggil-manggil Ayah Calvin.
Lima menit berselang, Jose menemukan apa yang ia cari. Pria tinggi semampai berjas hitam, berkacamata, dan berparas pucat tapi tampan itu...siapa lagi kalau bukan Ayah Calvin Wan? Ayah Calvin tengah berpelukan dengan seorang wanita tua berjubah kuning-kemerahan.
"Lama tidak bertemu, Ayya." kata Ayah Calvin lembut.
Wanita yang dipanggil Ayya itu tersenyum. Gurat-gurat usia di wajahnya nampak semakin jelas.
"Kalau saya bawakan ini untuk Ayya...tidak melanggar 311 Pattimokhasilla kan?"
Seraya bertanya begitu, Ayah Calvin menyerahkan sekotak blackforest dan sekeranjang buah-buahan. Wanita berwajah keibuan itu menerimanya. Ada binar bahagia di mata tuanya.
"Ini bukan Pindapata, Ayya. Anggap saja anak memberi hadiah pada ibunya. Dari dulu saya tak punya ibu..." ujar Ayah Calvin.
Jose terpaku. Ayah Calvin menganggap wanita berjubah itu seperti ibunya? Ah, kasihan Ayah. Tak jauh beda dengan dirinya sendiri. Bukankah Jose juga tidak punya Bunda?
"Iya. Calvin anakku, mengapa kau masih peduli pada vihara ini? Mengapa kau masih mau membiayai renovasi, pembuatan buku paritta, dan lainnya?" Si wanita bertanya.
"Karena cinta. Saya mencintai tempat ini, meski bukan lagi bagian darinya. Perbedaan tergambar nyata, dan saya mencintainya. Cinta membuat perbedaan tak terasa lagi pedihnya." Ayah Calvin menjawab penuh ketulusan.
Cinta? Perbedaan? Benak Jose dibingungkan dua kata itu. Akan tetapi, hatinya terasa sejuk.