Katakanlah Bulan Mei sebagai bulan kesedihan. Young Lady menganggapnya begitu. Di bulan kelima dalam penanggalan Masehi ini, banyak peristiwa sedih terjadi. Baik menimpa diri ini pribadi, maupun kesedihan yang meenimpa bangsa.
Young Lady menolak lupa. Memaafkan lebih mudah, melupakan no way. Peristiwa-peristiwa sedih itu tetap diingat agar tidak terjadi lagi.
6 Mei 2019, dua lembaga Toefl menolak Young Lady. Alasannya tak ada kebijakan, tak ada yang membacakan soal. Wow, super sekali. Langsung menolak begitu saja.
4 Mei 4 tahun lalu, seorang Rektor universitas ternama pernah menolak Young Lady mentah-mentah. Segala berkas, bukti prestasi, dan nilai-nilai sudah diserahkan. Mendatangi rumah sampai ruang kerjanya yang mewah pun sudah.Â
Kualifikasi untuk masuk universitasnya terpenuhi. Surat tulus dari Young Lady cantik telah sampai ke tangannya. Namun apa hasilnya? Penolakan. Alasannya sangat diskriminatif: tak mau repot. Universitas satu itu memang terkenal tak mau direpotkan dengan orang spesial.
16 Mei 2018, Young Lady cantik dan Kompasiana kehilangan seorang rekan Kompasianer. Mas Wahyu nama akunnya. Tetapi sering dipanggil Mas Cinta. Penyakit jantung merenggut nyawanya.
5 Mei 2018, "Calvin Wan" menceritakan tentang ritual kematian yang paling menakutkan buat Young Lady. Cukup sering malaikat tampan bermata sipit "Calvin Wan" membahas kematian.Â
Tetapi kali itu, apa yang ia ungkapkan sangat menyedihkan. Kata-katanya masih membekas. Gara-gara itu, Young Lady sengaja menyakitinya agar rasa sedih ini dapat tertahankan.
13 Mei 1998, pecah peristiwa rasisme super sadis di Indonesia. Penjarahan, pembunuhan, penganiayaan, pembakaran, dan pemerkosaan yang menyasar etnis Tionghoa. Tak sedikit warga negara Indonesia keturunan Tionghoa menjadi korban.Â
Kerugian Milyaran Rupiah. Luka, trauma, dan kepedihan dialami mereka. Bukan hanya luka fisik, tetapi juga luka batin. Parahnya, ini tergolong luka kolektif. Trauma mendarah daging yang sangat, sangat sulit tersembuhkan.
20 tahun kemudian, tepat di tanggal yang sama, tiga gereja di Surabaya dibom dengan brutal. Orang-orang yang sedang misa dan kebaktian menjadi korban keganasan teroris.Â
Pelakunya mendamba surga. Mereka keliru besar. Neraka Jahanamlah yang akan memanggang mereka. Sadis, kan? Seperti Sadisnya Afgan. Terlalu sadis caramu...
Nah, Kompasianer. Sadarkah kalian? Sebagian besar peristiwa di atas tergolong bentuk diskriminasi. Kecuali soal kematian ya. Itu jangan dihitung.
Apa sih diskriminasi? Menurut KBBI daring, diskriminasi adalah pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan warna kulit, suku, golongan, ekonomi, agama, dan lainnya.Â
Orang mendapatkan perlakuan berbeda karena dirinya dianggap tidak layak mendapat perlakuan yang sama dengan lainnya. Menyedihkan ya.
Zaman Orba yang penuh penindasan telah lama berlalu. Akan tetapi, virus diskriminasi di negeri kita belum mati juga. Diskriminasi merambah berbagai aspek kehidupan.Â
Mulai dari diskriminasi pendidikan, diskriminasi untuk mendapat pekerjaan, diskriminasi mengakses sebuah kesempatan, sampai diskriminasi agama. Aduh, jangan sampai ada diskriminasi cinta. Parah banget kalau sampai ada yang begitu.
Saat mengalami diskriminasi, Young Lady cantik berpikir dan bertanya-tanya. Apakah karena mata biru ini ya? Terkadang Young Lady ingin mencopot mata ini. Tapi mana bisa?
"Sayangi matamu." Begitu kata "Calvin Wan" selalu.
Young Lady hanya ingin mengingatkan. Besok adalah peringatan 21 tahun peristiwa rasial, diskriminatif, dan sadis di negara kita.Â
Dimana yang minoritas ini terdampak akibatnya. Young Lady cantik punya cara sendiri untuk memperingatinya.
Buat Kompasianer, yang pernah merasakan atau yang tidak, cobalah tumbuhkan empati dan solidaritas. Kalian bisa memberi dukungan, pelukan, perhatian, dan kasih sayang pada yang minoritas dan yang terdiskriminasi. Tak perlu merasakan untuk memahami dan berempati.
Di sini, Young Lady juga ingin mengajak kalian untuk berbagi kisah pengalaman diskriminasi. Apa pun itu, bagikanlah. Bukan bermaksud membuka-buka luka lama, tetapi justru untuk mencegah agar jangan sampai hal itu terjadi lagi. Ayo kita usir jauh-jauh diskriminasi.
Kompasianer, pernahkah kalian mengalami bentuk diskriminasi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H