"Beralih darinya bukan berarti aku berhenti mencintainya, kan?" Ayah Calvin tersenyum penuh arti.
Sementara itu, Paman Adica melakukan hal yang tak pernah dia alkukan sebelumnya. Dia mengangkat tubuh Jose, lalu menempelkan pipinya ke pipi anak itu.
"Baik-baik saja, anak nakal?" sapanya dengan gaya khas itu.
Jose diam saja. Benarkah kata Ayah Calvin? Sebenarnya Paman Adica sayang Jose, seperti juga Paman Revan. Ah, entahlah. Sejurus kemudian, Paman Revan menurunkan Jose dari gendongan Paman Adica.
"Hari ini lancar kan, Nak?" Paman Revan emnanyai Jose, sikapnya fatherly.
Sebagai ajwaban, Jose emngangkat ekdua jempolnya. Paman Revan tersenyum bangga. Paman Adica tersenyum angkuh.
"Kukira kau sembunyi-sembunyi mengambil air dari dispenser, anak nakal." cetusnya.
Jose mengepalkan tangan. Andai tak ingat Ayah Calvin dengan tutur kata lembutnya, sudah pasti dia akan membalas Paman Adica. Namun, diam menjadi pilihan. Dia mencontoh sikap tenang Ayah Calvin.
Kelezatan baklava sedikit mengobati kekesalan Jose. Ayah Calvin selalu bisa menyenangkan tamu-tamunya. Makanan Indonesia, masakan peranakan, dan sajian khas Turki tersaji lengkap.
Selesai makan, Jose bermain sendiri di lantai atas. Kemarin Ayah Calvin membelikan banyak mainan untuknya. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. Salah satu mobil-mobilannya ketinggalan di ruang makan. Tergesa dia kembali turun ke bawah.
Tiga senti. Dua senti. Satu senti tangannya di dekat pintu ruang makan, Jose urung membukanya. Tertangkap olehnya beberapa patah kata.