-Semesta Calvin, Tuan Effendi, dan Dokter Tian-
Malam sebelum pernikahan, mereka semua berkumpul di rumah mewah tepi pantai. Abi Assegaf secara khusus meminta Revan, Dokter Tian, dan Tuan Effendi menginap. Sebenarnya Adica keberatan, tetapi ia tak kuasa mencegah.
Anehnya, Abi Assegaf hanya ingin ditemani Calvin di master suite. Menebak-nebak perasaan warga senior gampang-gampang susah. Baru ditinggal setengah jam karena Calvin sudah janjian Skype dengan temannya yang tinggal di Tiongkok, ia mendapati Abi Assegaf tengah menyayat jari manisnya dengan pisau. Ia berlari ke dekat ranjang, lembut tapi tegas mengambil pisau itu.
"Kenapa Abi melakukan ini?" tanya Calvin, kekhawatiran tercermin di matanya.
Abi Assegaf tertunduk dalam. "Benarkah Adeline mencintai Abi?"
"Tentu saja. Saya percaya Nyonya Adeline mencintai Abi. Kalau tidak cinta, mana mungkin Nyonya Adeline mau memeluk Islam dan rujuk lagi?"
"Abi tak pants untuk Adeline..."
"Abi pantas bahagia. Nyonya Adeline yang terbaik untuk Abi."
Gemuruh di dada Calvin sedikit mereda. Setidaknya, ia berhasil mencegah Abi Assegaf melanjutkan aksi self abuse-nya. Dengan lembut, Calvin mengobati luka Abi Assegaf.
"Setelah Abi menikah, apa kamu akan meninggalkan Abi?"
"Tidak. Aku akan tetap jadi mata untuk Abi."