"Abi kesepian, Calvin. Hanya kamu yang selalu ada di sini. Mengharapkan Adica jelas tak mungkin. Bagi anak muda, orang tua layaknya barang tak berguna yang sudah expired."
Wajah Calvin berubah sendu. "Tidak, Abi. Orang tua adalah harta yang berharga."
"Nyatanya tidak begitu." Abi Assegaf menundukkan wajah.
"Saat orang tua sakit dan tak berguna, anak bisa meninggalkannya dengan mudah."
"Apakah saya meninggalkan Abi? Apakah saya menjauh ketika Abi butuh bantuan?"
Pertanyaan Calvin retoris. Sukses membuat Abi Assegaf merenung. Sejurus kemudian, Calvin beranjak dari sofa. Berjalan ke walk-in-closet. Memilih dan menyiapkan setelan jas untuk Abi Assegaf.
** Â Â Â
-Semesta Tuan Effendi-
Pembicaraan dengan Dokter Tian mengganggu pikirannya. Debar di hati tak juga reda. Seperti debur ombak yang kian meninggi seminggu terakhir.
Benarkah potongan jiwanya telah ditemukan? Mungkinkah hal itu terjadi? Tapi, bukankah Calvin sendiri yang mengatakan kalau orang tuanya sudah meninggal?
Tidak, sisi lain memori Tuan Effendi yang lebih kuat melancarkan bantahan. Yang benar, Calvin mengatakan ibunya sudah meninggal. Calvin sama sekali tak pernah membahas tentang ayahnya.