Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Indonesia Barokah Bukan Tabloid

2 Februari 2019   06:00 Diperbarui: 2 Februari 2019   06:02 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mana ada teknik pemasaran produk jurnalistik seperti itu? Yang namanya pemasaran, harusnya dijual di toko buku, kios/lapak penyedia tabloid, agen, distributor, atau secara online dong.

Eits, Young Lady tidak asal berpendapat. Seperti dilansir BBC Indonesia, Dewan Pers juga tidak setuju kalau Indonesia Barokah disebut sebagai produk jurnalistik. 

Mereka melihat dari konten dan redaksi. Bila dilihat dari kontennya, menurut mereka, tulisan-tulisan di dalamnya tidak melewati proses konfirmasi, verifikasi, dan klarifikasi. 

Tulisan-tulisannya cenderung merujuk pada opini dan mengutip media-media lain. Hal ini jelas melanggar kaidah produksi karya jurnalistik.

Hasil telusuran Dewan Pers, nama-nama dewan redaksi tidak tercantum dalam log book Dewan Pers. Semestinya, dalam sebuah redaksi, minimal Pemrednya yang lulus ujian kompetensi. So, Indonesia Barokah sama sekali tidak layak disebut produk jurnalistik.

Nah, apa kata Young Lady. Ku tak percaya, kayak lagunya Letto. Ku tak percaya bila Indonesia Barokah disebut tabloid. Orang yang menyebut Indonesia Barokah sebagai tabloid, artinya dia over convidence atau tak paham ilmu jurnalistik. 

Mana ada tabloid berbahasa kaku, tanpa iklan, tanpa informasi ringan, dan tanpa konten kreatif? Indonesia Barokah lebih mirip buku kumpulan esai atau pamflet gelap.

Bila sebagian orang resah karena Indonesia Barokah, Young Lady malah tertawa. Buat apa meresahkan tabloid abal-abal? Pembuatnya saja stupid, tidak bisa membedakan antara produk jurnalistik dan buku kumpulan esai.

Ups, bukan sebagian orang sih yang gelisah. Tapi itu tuh, koalisi pembohong di sebelah. Mereka pastinya very very afraid gitu kan? Jelas-jelas nama mereka dijelek-jelekkan di kumpulan tulisan itu. 

Kalo kubu petahana dukungan Young Lady sih selow, malah makin banyak yang support. Iya dong, orang baik banyak yang sayang.

Anyway, Indonesia Barokah itu pro ke petahana. Tapi jelas-jelas caranya salah. Sebab sudah mengarah ke kampanye hitam. Meski tujuannya baik, tetap saja kampanye hitam tidak dibenarkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun