Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Langit Seputih Mutiara] "White Violin"

30 Januari 2019   06:00 Diperbarui: 30 Januari 2019   06:17 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bagaimana kalau ternyata pria itu adalah Anda?"

"Saya tidak yakin. Karena saya bertekad menjadikan Arlita pendamping hidup saya dunia-akhirat."

Cukup, seharusnya itu sudah cukup. Kamila tertunduk dalam, memainkan kerah bajunya. Dua titik bening bergelayut di mata sipitnya. Abi Assegaf mendekat, tapi tak mau menyentuh perempuan itu. Tanda tanya berkejaran di hatinya. Mengapa sejak dulu ia banyak disukai wanita Non-Muslim? Mungkinkah ada sesuatu dalam dirinya yang membuat putri-putri Hawa berbeda iman datang mendekat bagai tertarik magnet?

**    

"Ya ampun...apa lagi ini, Sayang? Sudah cukup kamu menyenangkan hati Ummi. Ajak Ummi ke bukit bintang, makan steak, terus sekarang...?"

Arlita tertawa. Tak bisa lagi mencegah dirinya sendiri. Setelah dinner mewah di resto bergaya vintage, Adica membawa Arlita ke mall. Berbelanja? Bukan. Menonton film terbaru. Ya, Adica mengajak Umminya nonton film terbaru yang lagi hits. Begini cara Adica menyenangkan ibu angkatnya.

Walau cinta radio, keluarga Assegaf tak pernah anti film dan televisi. Mereka justru penyuka film. Jika ada film hits yang bagus, pasti mereka tak ketinggalan menyaksikannya. Malam ini, Adica menonton film berdua saja dengan Arlita. Boleh saja separuh hidupnya dihabiskan tanpa figur seorang ibu. Tapi percayalah, violinis dan penyiar tampan ini tahu bagaimana cara membahagiakan ibunya.

"Ibu Kamila..." Syifa menjajari langkah perempuan itu, berbaik hati membukakan pagar.

"Jangan panggil saya Ibu! Saya bukan ibumu!" gertak Kamila kasar. Syifa mengerjapkan mata. Sampai kapan pun, dia takkan pernah membiarkan perempuan kasar dan tidak cantik ini dekat-dekat Abinya.

"Saya antar pulang ya? Ibu Kamila tidak usah naik taksi." kata Syifa halus.

Kamila memutar tubuh, menatap Syifa tajam. "Kamu kira saya tak bisa pulang sendiri?! Minggir! Anak kecil sepertimu jangan dekat-dekat aku!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun