"Dokter Tian..."
"Pak Assegaf..."
Dua pria tampan beda etnis itu berpelukan erat. Jas putih bertemu jas hitam. Melayu-Bangka bertemu Arab. Dokter bertemu pengusaha. Pegiat medis bertemu pecinta broadcasting. Pria yang kehilangan anak bertemu ayah dua permata hati.
"Apa hari ini Anda sibuk, Pak Assegaf?" tanya Dokter Tian ramah.
"Tidak. Saya hanya membantu Arlita merawat bunga-bunga ini." Dilambaikannya tangan ke arah petak-petak bunga yang tersebar di halaman rumahnya yang luas.
Senyuman Dokter Tian merekah. Satu langkah terlewati.
"Bisa ikut saya sebentar? Saya ingin mengajak Anda pergi bersama."
Abi Assegaf mengangguk. Bergegas masuk ke rumah, mengambil biola putihnya. Ia kembali beberapa menit kemudian. Dokter Tian membukakan pintu mobilnya. Meminta sosok ayah ideal itu duduk di sampingnya.
Lafaz Bismillah terucap. Mesin mobil dinyalakan. Sedan metalik itu meluncur meninggalkan rumah mewah tepi pantai. Baru seratus meter menjauh dari pantai, Dokter Tian melirik cemas ke arah Abi Assegaf. Dilihatnya wajah pria itu pucat.
"Pak Assegaf, Anda tidak apa-apa? Ac nya terlalu dingin ya?"
Abi Assegaf berdeham. Pelan merapatkan jasnya. AC mobil dimatikan. Rasa bersalah menghentak hati sang Hematolog. Terpaksa ia harus membawa Abi Assegaf pergi sore ini juga, apa pun yang terjadi.