"Oh, jadi kamu yang membuatkanku bekal makan siang tiap hari?" desahnya.
Mau tak mau Gabriel mengangguk. Kemuraman menyelimuti wajah tampannya. Berbanding terbalik dengan Syifa. Ia begitu excited.
Sejurus kemudian, Syifa melangkah ke samping Gabriel. Memperhatikan gerakan tangannya, menatapi wajahnya. Setiap gerakan Gabriel tak luput dari radar penglihatan. Rasa kagum kian buncah. Ternyata perawat satu itu pintar juga menyenangkan hati orang lain.
Syifa yakin, yakin seyakin-yakinnya bila perawat berpostur tinggi dengan bentuk tubuh berisi itu memasak karena cinta. Lihat saja pancaran matanya selama memasak. Lihat saja sabarnya ia saat menunggu nasi matang, mencetaknya, menanti gelegak saus dari campuran kecap Inggris itu menggelegak di panci...semuanya dia lakukan dengan sabar. Gabriel memasak tanpa marah dan emosi negatif. Bila memasak tanpa emosi negatif, hasilnya pun akan enak.
Enam pelayan menyingkir. Mereka tahu diri. Mereka lihat saja dari kejauhan. Kekaguman yang sama membasahi hati. Ingin rasanya memasak setulus itu. Lihatlah, bahkan memasak pun harus tulus dari hati.
Tatapan kagum Syifa membakar kecemburuan Adica. Jangan kira ia tidak lihat. Violinis itu terprovokasi rasa cemburu. Love is never without jealousy.
** Â Â
Aku sadar kalau kini
Kita sudah semakin menjauh
Sempat aku berpikir