** Â Â Â
Mengikuti kebiasaan sang suami, pukul tiga pagi Arlita sudah bangun. Ia melangkah ke kloset pakaian. Memilih-milih baju, mempertimbangkan gamis atau dress Turki apa yang akan digunakan untuk pagi pertama. Ok fine, ini siaran radio. Bukannya program talk show di televisi yang sangat mengutamakan penampilan. Eits, jangan lupa. Kini Refrain Radio ada situs refrain.net-nya. Di refrain.net, para pendengar bisa melihat langsung para penyiar di studio. Aneh rasanya bila memandu program religi tapi penampilan tidak Islami.
Lama memilih, akhirnya Arlita menjatuhkan pilihan pada sehelai gamis putih berbordir emas dan berpotongan mewah. Gamis itu masih baru. Harganya cukup mahal. Bukan pemberian Abi Assegaf, bukan pula Syifa. Tetapi dari Adica.
Adica dan Syifa tahu apa yang akan dilakukan Umminya. Mereka pun terbangun di sepertiga malam. Memberi dukungan dengan cara mereka sendiri. Adica menyiapkan mobil. Syifa menyeduhkan coklat hangat. Meleleh hati Arlita diberi perhatian begitu rupa.
"Wellcome back to Refrain, Ummi." kata Adica, tersenyum tulus.
Arlita membalas senyumnya. Menyesap coklat hangat pelan-pelan. Syifa menanyakan kabar narasumber Kuliah Subuh.
"Bagaimana kabar Pak Kyai, Ummi?"
"Ummi belum tanya, Sayang. Nanti kan Ummi bicara dengannya."
"Salam untuk beliau."
Permintaan Syifa disambuti anggukan samar Arlita. Sisi positifnya, ia bisa kembali mempererat ikatan silaturahmi dengan Kyai kesohor itu. Biasanya, sang Kyai lebih banyak berkorespondensi dengan suaminya.
Seraya menikmati coklat panas, Arlita membolak-balik lembar naskah berisi topik hari ini. Ulasan sufistik dan mendalam tentang Kehidupan yang Hakiki. Walaupun bukan narasumber, tetap saja ia perlu menguasai materi. Penguasaan materi adalah kunci.