"Hmmmm...jadi, ini yang namanya Kamila?" bisik Syifa.
Kedua matanya bergulir cepat membaca isi pesan di badan e-mail.
Dear Zaki Assegaf,
Sekarang saya sudah tahu siapa Anda. Ternyata Anda pemimpin Assegaf Group dan owner Refrain Radio. Mengapa Anda tidak cerita saat kita berkenalan? Anda rendah hati sekali.
Saya tahu dari teman di vihara yang pernah mengisi siaran ruang agama Buddha di Refrain. Anda pria hebat, hebat sekali. Saya beruntung pernah bertemu Anda. Ingin saya ulang momen itu berkali-kali.
Hari ini, saya menjalani kemoterapi keempat. Semangat hidup saya berkobar tiap kali teringat Anda. Saya selalu berharap bisa bertemu Anda lagi di rumah sakit. Tapi, mengapa harapan saya sulit terwujud ya? Mungkin, pria sehebat Anda terlalu sibuk menemui wanita sangat biasa seperti saya.
Satu hal yang perlu Anda tahu: Anda begitu menarik, menawan, dan memesona. Jujur, saya tertarik dengan Anda sejak kali pertama saling tatap. Seisi rumah mengenal saya sebagai wanita yang tidak feminin, wanita galak, to the point, dan tidak cantik. Barangkali tidak menarik. Sikap saya yang bicara apa adanya mendorong saya mengungkapkan rasa ini.
Melalui teman kebaktian, saya tahu banyak tentang Anda. Bolehkah saya ke rumah Anda besok siang? Saya benar-benar ingin bertemu Anda lagi. Saya butuh Anda. Bila saya harus mengulang hidup lagi, saya ingin bertemu Anda lebih awal. Supaya saya bisa mendahului Nyonya Arlita. Beruntung sekali bila menjadi ratu di hati Anda.
Salam kasih,
Debby Kamila
Sebilah pisau menusuk kuat hati Syifa. Membaca e-mail itu, bola matanya memanas. Frontal sekali wanita itu. Tidak, ia tidak boleh membiarkan Abi Assegaf bertemu Kamila. Ia harus melakukan sesuatu.