"Jangan disesali. Ziarahi saja makamnya. Nanti kutemani."
Dugaannya benar. Abi Assegaf tak benar-benar berubah. Hanya tubuhnya saja yang menyusut.
Kedatangan atlet dan official pelatih memecah kebersamaan mereka. Adi Renaldi bersiap mewawancarai mereka. Wawancara eksklusif siaran Dialog Olahraga. Bukan di studio seperti biasa, melainkan di restoran hotel berbintang.
Andreas Wiharja menepati janji. Diberinya service terbaik untuk keluarga Assegaf, Adi Renaldi, dan para narasumber. Kopi yang dihidangkan begitu hangat dan nikmat. Manisnya chocolate cake terasa pas di ujung lidah. Para pelayan sangat ramah. Care and helpful. Mereka tak keberatan mengganti kopi yang ditolak Abi Assegaf dengan secangkir teh Earl Grey.
Manik mata Abi Assegaf lekat mengawasi gesture dan tingkah Adi Renaldi. Suka sekali ia mengamati keceriaan reporter sekaligus kawan baiknya ini. Ia bukan hanya pintar mewawancarai, tetapi juga pintar memilih lagu-lagu cantik yang tepat untuk melengkapi selingan dialog interaktif itu.
Satu setengah jam lamanya Adi Renaldi menjalankan wawancara. Seperempat jam terakhir, radar kewaspadaannya membisikkan keanehan. Ia lihat wajah Abi Assegaf lebih pucat dari sebelumnya. Satu-dua kali ia nyaris terjatuh dari kursi.
"Assegaf, are you ok?" Adi Renaldi sedikit cemas, memegang erat lengan Abi Assegaf. Menahan tubuhnya.
"Sebentar lagi selesai...satu kali naik siaran lagi. Setelah itu, aku akan menemanimu."
Tepat pada saat itu, seorang pelayan pria bertopi Santa Klaus dan memakai syal merah bergegas mendekat. Ia membawakan gelas kedua berisi teh. Sopan menawarkan bantuan.
"Saya tidak apa-apa," ujar Abi Assegaf. Kemudian pandangannya tertumbuk pada wajah pelayan resto tersebut.
"Mengapa kamu terlihat sedih? Ada masalah?"