** Â Â
Calvin dan Silvi terenyak mendengar kisah itu. Kompleks, pikir mereka. Masa transisi yang rumit. Krisis cinta dan krisis kebahagiaan.
"Krisis kebahagiaan..." desah Silvi.
"Seperti yang kini kurasakan."
Calvin mengelus lembut punggung Silvi. "Mengapa begitu, Silvi?"
"Aku tak bahagia karena takut. Takut kamu meninggalkanku, Calvin. Takut dengan keterbatasan kita. Dulu, aku pernah melakukan hal yang sama dengan Adica."
Kenangan buruk di masa lalu berkejaran. Silvi yang menyakiti Calvin, melukainya berkali-kali hanya karena tak percaya cinta dan tak mau dikecewakan. Perlakuan menyakitkan Silvi dibalas ketulusan cinta Calvin.
"Jangan pisahkan aku darimu, Calvin." pinta Silvi.
"Maafkan dulu aku pernah menyakiti dan menghempas cintamu."
Dalam gerakan slow motion, Calvin memeluk Silvi. Membiarkan gadis itu menangis di rengkuhannya. Silvi paling anti menunjukkan air mata di depan banyak orang. Hanya di depan Allah dan orang-orang tercintanya ia menangis.
"Aku hanya menginginkanmu di hidupku. Calvin, biarkan aku mencintaimu untuk selamanya."
Di tengah situasi yang tak pasti, di tengah keterbatasan mereka, Calvin dan Silvi terus mempertahankan jalinan cinta. Walau terhadang badai krisis dan transisi.