Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Langit Seputih Mutiara] Badai Transisi

14 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 14 Desember 2018   06:02 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Pixabay.com

Mendapat pertanyaan itu, Adica memalingkan tatapan. Berpura-pura memandangi langit seputih mutiara yang memuntahkan rinai hujan.

"Anak Ummi tidak boleh menangis!" bentak Arlita, mengangkat paksa dagu putrinya.

"Asyifa putri Ummi satu-satunya, harus bisa mengendalikan diri!"

Syifa menggigit bibir bawahnya. Teoretis, Ummi Arlita selalu saja begitu. Ia hanya menyuruh Syifa melakukan ini-itu, memaparkan teorinya, tanpa mengizinkan Syifa mengutarakan kesulitan-kesulitannya. Itu sebabnya Syifa tak begitu nyaman dengan Arlita untuk membuka sisi rapuh hatinya.

Balkon tinggi itu menjadi saksi bisu. Ornamen-ornamen seolah punya mata. Sofa, lantai, dan pagar tangga seakan bertelinga. Mereka melihat, mereka mendengarkan sepasang hati yang diterpa tornado kegalauan.

"Arlita, cukup. Jangan tekan putri kita." Abi Assegaf menengahi.

"Biarkan saja. Dia sudah dewasa. Kamu terlalu lunak pada anak-anak kita, Assegaf."

Adica dan Syifa tertunduk. Ummi mereka tak mengerti. Betapa  sulitnya bagi mereka melewati masa transisi. Terlebih, ada guncangan dari luar. Guncangan di luar ekspektasi yang sangat tidak diinginkan.

"Aku takut sama Ummi..." lirih Syifa tetiba, matanya berkaca-kaca.

Cengkeraman Arlita di bahu Syifa terasa begitu kasar. Abi Assegaf memberinya tatapan penuh arti. Apa kataku, begitu maksudnya.

"Apa maksudmu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun