"Ummi terlalu sering menekanku. Ummi galak, tidak selembut Abi. Lihat bagaimana lembut dan sabarnya Abi pada Adica."
"Siapa bilang Ummi menekanmu? Ummi hanya mengajarimu untuk kuat menghadapi kerasnya hidup di dunia luar. Jangan mau jadi kaca, tapi jadilah baja. Sekarang, katakan pada Ummi dan Abi. Kenapa kamu bertengkar dengan Adica?"
Syifa bungkam seketika. Adica tertunduk kian dalam. Sedetik. Lima detik. Tujuh detik...
"Aku tidak suka Syifa dekat dengan Ray..." ungkap Adica pelan.
"Ray?" ulang Abi Assegaf.
"Anaknya Koh Andreas Wiharja? Yang punya hotel di dekat kampus Syifa itu?"
Adica mengangguk. Tangan Syifa terasa sangat dingin. Sudah berulang kali ia jelaskan pada Adica bila Ray hanya sahabat baiknya. Sesama alumni duta mahasiswa. Tidak ada yang perlu dicemburui.
"Kenapa kau tidak suka, Nak?" tanya Abi Assegaf hati-hati.
"Ray mempengaruhi Syifa agar menjauhiku. Kata Ray, Syifa tak pantas untukku. Dia menyebut-nyebut masa lalu dan penyakitku."
Ruang pemahaman mulai terbuka. Abi Assegaf bertukar pandang dengan istrinya. Arlita mengangguk pelan, raut wajahnya melunak. Tangan Abi Assegaf mengusap lembut lengan Adica. Masih tersisa bekas memar akibat tusukan jarum suntik kemoterapi di sana.
"Adica anakku, Syifa Sayang, apa pengaruh negatif Ray mengganggu kalian?"