"Aku ingin kau datang dan membantu kami menyiaapkan Natal."
Permintaan apa ini? Seorang ex Seminaris meminta bantuan Muslimah menyiapkan Natal? Sungguh ganjil. Dunia benar-benar sudah mau kiamat.
"Tidak bisa!" tolak Arlita tegas.
"Memangnya sudah tidak ada lagi wanita baik hati di gereja yang bisa membantumu? Orang-orang dari Legio, perkumpulan Wanita Katolik, OMK, para Suster, Imam, Prodiakon...mereka semua bisa membantumu."
"Yang kubutuhkan itu kamu, Arlita. Bukan mereka."
Luar biasa Yonathan ini. Ia terang-terangan mengatakan begitu pada istri orang. Tidakkah ia malu di depan Tuhan? Bukankah Tuhan Maha Mendengar?
"Aku kecewa pohon Natalnya roboh, Arlita. Itu pohon Natal mahal. Seperti semua hal mewah lainnya di gereja kita..." ungkap Yonathan kecewa.
Arlita mengangkat alisnya. "Kamu lupa pelajaran-pelajaran di Seminari, Yonathan? Mengapa Natal harus identik dengan kemewahan? Yesus saja lahir dalam kesederhanaan, di dalam kandang. Iya kan?"
Perkataan Arlita sukses mengagetkan Yonathan. Walau telah lama meninggalkan iman Katolik, Arlita masih mengingat esensi dan kisah kelahiran anak Allah itu dengan sangat baik. Wanita cerdas, pikirnya kagum.
"Ya, kamu benar. Tapi..."
"Sudahlah, Yonathan. Dari pada menghamburkan budget untuk perayaan Natal mewah di gereja, lebih baik uangnya kaupakai membeli kado-kado Natal yang bermanfaat untuk duafa."