Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Langit Seputih Mutiara] Es Krim, Wanita Perusak dan Hidup Indah

1 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 1 Desember 2018   06:06 586
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto : Pixabay.com

"Kalau begitu, Abi jauhi dia. Jaga jarak sejauh-jauhnya. Jangan mau tertipu dengan sakitnya."

Abi Assegaf mengangguk. Kelembutan terkadang berbahaya. Lembutnya hati Abi Assegaf membuatnya sulit untuk tidak peduli pada orang lain. Kamila memanfaatkan titik lemah di hati pria itu untuk kesenangannya sendiri.

Honda Jazz merah itu berbelok di gedung fakultas. Syifa turun dari mobil setelah mengecup pipi Abi Assegaf. Menolak halus tawaran Abi Assegaf yang ingin mengantarnya sampai kelas. Potret kemesraan mereka tertangkap pandangan mata seseorang. Lelaki berkulit coklat dan berkemeja sederhana di mobil sebelah menatapi dengan senyum.

Menyadari ada yang memperhatikan, Abi Assegaf menghampiri lelaki itu. Ramah disapanya si lelaki berpakaian sederhana.

"Anda mesra sekali dengan putri Anda," komentar laki-laki itu.

Abi Assegaf tersenyum. "Sejak dulu sudah begitu. Saya tak pernah malu memeluk dan mencium Syifa di depan umum."

"Ya, saya tahu namanya Syifa. Siapa yang tak kenal dia? Walau hanya supir, saya tahu banyak tentang mahasiswa-mahasiswa terkenal di sini."

Mereka mulai mengobrol akrab. Laki-laki itu ternyata supir pribadi salah satu mahasiswa di fakultas ini. Setiap hari Senin sampai Kamis ia mengantar anak majikannya ke kampus dan menungguinya hingga selesai kuliah. Ada saja pengalaman enak dan tidak enaknya. Abi Assegaf lebih banyak mendengarkan.

Silakan saja orang-orang heran dengan keakraban dua pria beda status sosial ini. Tapi percayalah, Abi Assegaf tak pernah membuat jarak antara dirinya dengan kaum akar rumput. Tangannya selalu terbuka menerima mereka. Lihatlah, tak ada jarak antara Abi Assegaf yang sangat kaya dengan supir sederhana itu.

Sengaja Abi Assegaf stay di gedung fakultas. Ia sudah berjanji pada Syifa untuk mengajaknya makan siang. Alhasil, waktu menunggunya dihabiskan untuk berinteraksi dengan orang baru. Mendengarkan cerita, pengalaman, dan ungkapan hati pejuang hidup sederhana di hadapannya.

Sudah bertahun-tahun lelaki berkulit coklat itu menjadi supir. Tak ada pilihan lain, begitu katanya. Walau gelar sarjana diraihnya. Sulit sekali mencari pekerjaan. Lagu lama di negeri ini. Ribuan, bahkan jutaan sarjana menganggur dengan alasan sulit mencari kerja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun