Saat itu, mereka hanya berdua. Adica kedatangan tamu Koh Bast. Arlita dan Syifa tengah shalat Isya.
Lama ketiganya tak kembali. Calvin setia menunggui Abi Assegaf. Lihatlah, ia merawat pria tampan berlesung pipi itu seperti merawat ayah kandungnya sendiri. Bahkan Calvin menolak pulang saat Nyonya Rose meneleponnya. Pemuda berkacamata itu memutuskan menginap di rumah mewah tepi pantai.
Hati Abi Assegaf terasa hangat. Beruntungnya ia dikelilingi orang-orang baik selama sakit. Banyak yang mencintai, banyak yang tulus padanya. Oksigen di paru-parunya berkurang, tapi dia tak pernah kekurangan kasih.
"Aku mencintaimu, anakku. Anak baik sepertimu layak dicintai. Apa yang kauinginkan dari Abi, Calvin? Katakan saja...Abi pasti penuhi."
"Aku hanya ingin satu hal, Abi."
"Apa itu, Nak?"
"Tolong jaga Adica. Sayangi dia, bahagiakan dia. Jangan pernah membuatnya sedih."
Mendengar itu, Abi Assegaf terenyak. Pelan dia mengangguk. Dapat tertangkap jelas bahwa Calvin sangat menyayangi adik kandungnya.
"Iya, Sayang. Abi akan menjaga dan mencintai Adica sebaik-baiknya."
"Abi penjaga pesanku. Amanahku..."
Benar praanggapannya. Calvin tak seambisius dan sekeras Tuan Effendi. Tak heran bila Silvi, Revan, dan banyak teman lainnya memanggil Calvin Malaikat Tampan Bermata Sipit. Ia berhati malaikat. Begitu baik, tak pernah memaksakan keinginannya pada orang lain, menjauhi sifat ambisius, dan sangat tulus.