"Aku lelah, Abi. Aku lelah harus merasakan efek samping yang parah."
Keputusasaan tergambar jelas di mata itu. Putus asa, rasa yang manusiawi.
"Abi, aku ingin melawan penyakitku dengan bermain musik. Seperti..."
"Kau harus tetap kemoterapi, cinta..."
Tersentuh hati Calvin. Sejurus kemudian, ia berlutut di depan Adica. Lengan bajunya tersingkap. Dua luka bekas suntikan terlihat. Adica merinding melihatnya.
"Kemoterapi suntik itu menyakitkan, Adica. Tapi, aku bertahan. Aku ingin tetap hidup sampai bertemu adikku."
Silvi menahan nafas. Revan menggigit bibir bawahnya. Inikah saatnya?
"Adik? Kau punya adik?" desis Adica setengah tak percaya.
Calvin mengangguk. "Aku belum cerita padamu. Wait, wait. Jika keluarga kandungmu kembali, apa yang kaulakukan?"
"Nothing." jawab Adica datar.
Tanpa sadar, Silvi mencengkeram lengan Revan. Jelas saja Revan berteriak kesakitan karena Silvi memegang kuat-kuat bagian yang terdampak luka kecelakaan tempo hari. Wajah Abi Assegaf menegang. Pastilah pertanyaan itu terlontar bukannya tanpa maksud.