Silvi rebah di pelukan Calvin. Air mata berkilauan di iris birunya. Kedua tangan Calvin membelai lembut rambut gadis itu.
"Aku tak mau bergantung pada obat, Abi. Bermain biola menjadi terapi untukku."
"I see. Tapi mereka sudah kelewatan, Calvin."
"Baiklah, anakku...cinta, nanti kita main biola sama-sama ya."
"Iya, Silvi. Aku..."
"Sangat mencintaimu, anakku. Abi takkan membiarkan siapa pun melukaimu."
** Â Â Â
Selimut putih ia benai. Dengan lembut, Abi Assegaf mencium kening Adica. Kecupan sehangat dan selembut yang diberikannya pada Syifa.
"Salam untuk Pak Deddy dan Pak Sasmita. Take care, Abi." ujar Adica.
Mendengar itu, Abi Assegaf terenyak. Betapa baiknya Adica. Ia tetap peduli pada orang-orang yang tidak menyukainya. Ia mengangguk, membereskan obat-obatan, dan berjalan keluar kamar.
Terpaksa ia harus meninggalkan Adica sejenak. Ada urusan lain yang dibereskan sekarang juga. Jarum-jarum jam berlarian, menunjuk tepat ke angka sembilan. Langit pagi berawan, senada dengan suasana hati pimpinan Refrain Radio itu.