Adica mengangguk. Disambuti senyuman tulus Syifa.
"Jangan takut. Cobalah berpikir positif. Siapa tahu, hasilnya baik-baik saja."
Ya, Allah, mengapa gadis ini begitu polos? Ia jujur, berani, tulus, dan peduli. Adica menyukainya.
Beningnya air kolam memantulkan bayangan mereka. Dua sosok yang meretas jaring cinta. Dan...voilet, lihatlah apa yang dilakukan Adica untuk menghibur Syifa. Ia memainkan biola. Lagu klasik dan lagu-lagu cinta dibawakannya untuk gadis itu. Langit tahu, langit mencatatnya. Malam ini, putra Michael Wirawan dan putri Abi Assegaf saling jatuh cinta.
Derap langkah tiga pasang kaki tak mengusik mereka. Dunia seolah hanya milik Adica dan Syifa. Mereka terlena, lupa menyadari sepasang mata sipit dan dua pasang mata biru lekat memperhatikan dari jauh.
"Oh my God...Syifa jatuh cinta!" desis Silvi, nyaris melompat kegirangan dari tempat persembunyiannya.
"Are you sure?" Revan tersenyum pada adiknya.
"Yups. Kelihatan sekali teman kita itu lagi falling in love." Bukan Silvi, tetapi Calvinlah yang menjawab.
Revan mendesah. Kedua tangannya terlipat di depan dada.
"Calvin sama Silvi, Syifa sama...siapa itu? Cowok oriental yang mirip Calvin? Nah aku, sama siapa?"
"Sama Calisa. Gimana sih kamu?" Silvi mengingatkan.