"Kenapa? Memangnya ada peraturan yang melarang perempuan seksi masuk tempat ibadah?"
Pertanyaan cerdas, bisik hati kecil Calisa. Pria ini boleh juga. Lihatlah, raut wajah dua penjaga itu berubah kaget.
"Tidak, kan? So, kenapa kalian melarangnya?"
"Siapa...siapa tahu, dia Non-Muslim, Tuan."
"Itu baru asumsi kalian. Memangnya yang kulitnya putih, wajah secantik bule, tidak boleh jadi Muslim? Ayolah, jangan prasangka buruk dulu."
Tepat, tepat sekali. Hati Calisa melompat gembira. Pria tampan ini sejalan pemikirannya.
Dan...voilet, jalannya mulus. Calisa dibolehkan masuk. Pria berjas itu sendiri yang mengantarnya.
"Sorry ya, next time tak akan terjadi lagi." janji pria itu.
"No problem. Thanks for..."
Mereka berjalan menyusuri pelataran masjid. Uruf-huruf Mandarin dan kaligrafi Arab bertebaran dimana-mana. Lantai, tangga, dinding, dan pegangan tangga, semuanya terbuat dari marmer. Lantai satu untuk jamaah pria, lantai dua untuk jamaah wanita. Di tempat wudhu, tertulis tata cara berwudhu dalam tiga bahasa: Indonesia, Mandarin, dan Arab. Masjid ini tak punya pengeras suara.
"Oh ya, kita belum kenalan. Namaku Calvin. Kamu?"