Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pilih Pria Infertil Berhati Malaikat atau Pria Sehat Berhati Jahat?

16 Agustus 2018   06:02 Diperbarui: 16 Agustus 2018   07:12 675
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Leidya putri semata wayang Calvin. Ia sangat cantik dengan wajah oriental dan mata sipitnya. Sekali pandang, tak ada yang menyangka kalau Leidya hanyalah anak angkat. Wajah dan sifatnya mirip sang ayah.

Kenyataannya, Leidya sudah diadopsi Calvin sejak berumur satu hari. Calvin membesarkan Leidya dengan penuh kasih sayang. Ia mampu mengurus putrinya sendirian, tanpa didampingi seorang istri. Hingga usianya yang memasuki pertengahan 40-an, Calvin tak ingin menikah lagi. Pengusaha dan mantan peragawan itu terlanjur trauma dengan kegagalan pernikahannya. Gracia, mantan istri Calvin, melayangkan gugatan cerai hanya karena Calvin divonis infertilitas.

Lantas, bagaimana kabar Gracia sekarang? Sudah lama ia menikah lagi. Suami keduanya, Marco, berhasil membuatnya memberi tiga anak kembar. Mulanya Gracia puas dengan pernikahan mereka. Hal itu tak berlangsung lama.

Masalah demi masalah mulai mengguncang rumah tangganya. Marco ketahuan berselingkuh dengan bawahannya di kantor. Tak mau kalah, Gracia pun berselingkuh dengan seorang pejabat daerah. Sementara itu, tiga anak kembar mereka terus tumbuh dewasa. Dua di antaranya beranjak mandiri lebih cepat. Mereka meninggalkan rumah dan menyibukkan diri dengan karier. 

Berbeda dengan si bungsu yang tak bisa sebebas kakak kembarnya. Praktis anak bungsu itu sering melihat pertengkaran Marco dan Gracia. Anak bungsu itu pun menjadi korban kekasaran Marco. Bila kedua kakak kembar pulang untuk berlibur di akhir pekan, Marco dan Gracia tak berani bertengkar. Bahkan Marco bersikap sangat manis pada kedua kakak kembar itu.

Diam-diam si anak bungsu menumpuk kelelahan dan sakit hatinya. Dia iri pada Leidya. Di matanya, Leidya beruntung memiliki ayah yang sempurna dan berhati malaikat seperti Calvin.

Hmmmm rumit juga ya kasusnya. Satu tak bisa punya anak, diceraikan, dan akhirnya mengangkat anak. Satunya lagi sehat dan punya banyak anak, tapi jahat dan egois. Aduh kasihan.

Tapi, itulah hidup. Tak ada kehidupan yang benar-benar sempurna. Oh, bahkan Young Lady cantik yang perfeksionis mengakui hal itu dengan terpaksa.

Selain tak sempurna, hidup adalah serangkaian pilihan. So, Young Lady mau kasih dua pilihan nih buat Kompasianers: pilih pria infertil tapi berhati malaikat, atau pria sehat tapi jahat?

Dilematis ya. Nggak ada yang enak kan pilihannya? Ya begitulah.

Manakah yang lebih berharga, kesanggupan memiliki keturunan atau kebaikan? Manakah yang dicari, status sebagai orang tua biologis atau kebaikan sejati? Ini pun dapat dijadikan barometer untuk memilih teman hidup seperti apa yang kita inginkan.

Kebaikan sangatlah berharga. Memang tak ada yang sungguh-sungguh ideal di dunia. Tetapi kebaikan bisa diusahakan dan ditemukan. Ironisnya, sekarang ini sangat sulit menemukan seseorang, apa lagi pria, yang benar-benar baik.

Kebaikan erat kaitannya dengan ketulusan. Tulus dan ikhlas melahirkan kebaikan. Kebaikan melahirkan kasih. Kasih melahirkan cinta. Cinta melahirkan kebahagiaan.

Tak mudah menjadi orang baik. Sebaliknya, mudah sekali menjadi orang jahat. Makanya sulit sekali menemukan orang baik di dunia.

Ok, beralih ke pilihan kedua. Pentingkah menjaga kelangsungan keturunan? Lebih penting mana, meneruskan keturunan atau menemukan kebaikan?

Bila hanya mementingkan keturunan, mudah saja. Namun, apakah mereka yang bisa membuat wanita memiliki keturunan sudah terbukti dan teruji kebaikannya? Belum tentu. Jangan mudah percaya. Jangan mudah puas dan bahagia karena jaminan hadirnya keturunan.

Ladies, sesekali gunakan logika. Jangan hanya pakai perasaan. Kan aku punya hati, seperti lagunya Kahitna. Tapi aku, dan kita semua juga punya logika. Logikanya begini. Buat apa menikah tetapi ujung-ujungnya selalu bertengkar dan bermasalah? Buat apa memiliki banyak anak tapi tak bisa mengurus dan bertanggung jawab pada mereka?

Punya anak itu berat. Jangan hanya senang dan statusnya saja. Tanggung jawabnya besar.

Belum tentu pria yang menanamkan benih di rahim wanita memiliki hati yang baik dan bertanggung jawab. Sedikit sekali pria yang benar-benar baik dan tulus. Bukankah sering kita dapati kasus pria yang tak bertanggung jawab setelah menghamili seorang wanita? Itu merupakan bukti, bahwa pria memang jahat. Terlebih pria yang merasa sehat. Merasa lebih kuat dan superior, sementara wanita inferior di matanya.

Tak selamanya pria yang sehat dan mampu meneruskan keturunan diimbangi dengan kebaikan hati dan tanggung jawab. Mudah bagi mereka yang sehat untuk memperdaya, menipu, dan menyakiti wanita. Mereka cukup kuat untuk membuat wanita menderita. Mudah saja, seperti lagunya Sheila on 7, bagi mereka untuk lari dari tanggung jawab.

Seakan pikir mereka, begitu punya keturunan, urusan selesai. Tak perlu lagi berbaik hati dan bertanggung jawab. Kalau perlu, siap-siap lagi menambah istri untuk mendapat keturunan dari wanita lain. Terkadang kesehatan dan kekuatan yang termiliki disalahgunakan untuk menyakiti.

Sebaliknya, bagaimana bbila kalian para wanita, dipertemukan dengan pria infertil tapi berhati malaikat? Percaya atau tidak, penyakit sering kali bisa membuat orang menjadi lebih baik. Banyak orang akhirnya insyaf dan bertaubat setelah diberi penyakit. Sakit dapat membalikkan hati seseorang ke arah kebaikan.

Pernah Young Lady jumpai pria-pria semacam ini. So, Young Lady selalu menuliskan kisah "Calvin Wan" yang tidak mampu meneruskan keturunan keluarga, tetapi ia bisa menjadi ayah yang baik. Kisah-kisah "Calvin Wan" adalah antitesis, antitesis dari anggapan bahwa pria sehat yang bisa meneruskan keturunan keluarga jauh lebih baik. Di sisi lain, tak semua dari mereka yang cukup sehat untuk memenuhi harapan keluarga adalah orang baik. 

Terkadang, justru mereka yang infertillah yang jauh lebih baik dan tulus. Lama merindukan datangnya keturunan, mereka menjadi lebih penyayang pada anak-anak. Mereka inilah yang kebaikan dan hatinya sering tak dilihat. Kebanyakan hanya melihat objeknya saja. Mereka inilah yang sebenarnya berpotensi menjadi the best father, a hot daddy, dan semacamnya.

Waktu kecil, Young Lady dekat dengan seorang guru pria yang sangat baik. Selain menjadi guru, beliau juga punya beberapa usaha sampingan. Alhasil guru pria ini jauh lebih kaya dari kolega-koleganya. 

Beliau baik sekali pada Young Lady. Young Lady diperlakukan seperti anak olehnya. Beliau mengistimewakan Young Lady cantik dibandingkan murid-muridnya yang lain. Sayangnya, meski kaya dan baik hati, guru pria dan istrinya ini tak punya keturunan. Belasan tahun menikah, tak ada satu anak pun mereka miliki.

Young Lady juga kenal seorang pria baik yang hidup sendiri dan menjadi ayah tunggal. Pria ini putra seorang pengusaha, dan ia pun mengikuti langkah ayahnya. Pria ini menjadi ayah tunggal untuk anak adopsinya. 

Bukan anak biologisnya. Ia bahagia sekali membesarkan anak tunggalnya dengan tulus, meski tak ada ikatan biologis. Meski seorang pria dan sangat sibuk, ia tak pernah canggung menyuapi dan mengurus anaknya dengan kedua tangannya sendiri.

Honestly, Young Lady salut dengan pria-pria semacam itu. Di mata Young Lady, pria infertil berhati malaikat jauh lebih berharga dibandingkan pria sehat berhati jahat. Lebih baik mencari kebaikan dari pada keturunan. Anak bisa dicari, tapi kebaikan dan ketulusan sulit dicari. Selibat dan infertil jauh lebih baik. Kompasianers, kalau kalian pilih mana?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun