Leidya putri semata wayang Calvin. Ia sangat cantik dengan wajah oriental dan mata sipitnya. Sekali pandang, tak ada yang menyangka kalau Leidya hanyalah anak angkat. Wajah dan sifatnya mirip sang ayah.
Kenyataannya, Leidya sudah diadopsi Calvin sejak berumur satu hari. Calvin membesarkan Leidya dengan penuh kasih sayang. Ia mampu mengurus putrinya sendirian, tanpa didampingi seorang istri. Hingga usianya yang memasuki pertengahan 40-an, Calvin tak ingin menikah lagi. Pengusaha dan mantan peragawan itu terlanjur trauma dengan kegagalan pernikahannya. Gracia, mantan istri Calvin, melayangkan gugatan cerai hanya karena Calvin divonis infertilitas.
Lantas, bagaimana kabar Gracia sekarang? Sudah lama ia menikah lagi. Suami keduanya, Marco, berhasil membuatnya memberi tiga anak kembar. Mulanya Gracia puas dengan pernikahan mereka. Hal itu tak berlangsung lama.
Masalah demi masalah mulai mengguncang rumah tangganya. Marco ketahuan berselingkuh dengan bawahannya di kantor. Tak mau kalah, Gracia pun berselingkuh dengan seorang pejabat daerah. Sementara itu, tiga anak kembar mereka terus tumbuh dewasa. Dua di antaranya beranjak mandiri lebih cepat. Mereka meninggalkan rumah dan menyibukkan diri dengan karier.Â
Berbeda dengan si bungsu yang tak bisa sebebas kakak kembarnya. Praktis anak bungsu itu sering melihat pertengkaran Marco dan Gracia. Anak bungsu itu pun menjadi korban kekasaran Marco. Bila kedua kakak kembar pulang untuk berlibur di akhir pekan, Marco dan Gracia tak berani bertengkar. Bahkan Marco bersikap sangat manis pada kedua kakak kembar itu.
Diam-diam si anak bungsu menumpuk kelelahan dan sakit hatinya. Dia iri pada Leidya. Di matanya, Leidya beruntung memiliki ayah yang sempurna dan berhati malaikat seperti Calvin.
Hmmmm rumit juga ya kasusnya. Satu tak bisa punya anak, diceraikan, dan akhirnya mengangkat anak. Satunya lagi sehat dan punya banyak anak, tapi jahat dan egois. Aduh kasihan.
Tapi, itulah hidup. Tak ada kehidupan yang benar-benar sempurna. Oh, bahkan Young Lady cantik yang perfeksionis mengakui hal itu dengan terpaksa.
Selain tak sempurna, hidup adalah serangkaian pilihan. So, Young Lady mau kasih dua pilihan nih buat Kompasianers: pilih pria infertil tapi berhati malaikat, atau pria sehat tapi jahat?
Dilematis ya. Nggak ada yang enak kan pilihannya? Ya begitulah.
Manakah yang lebih berharga, kesanggupan memiliki keturunan atau kebaikan? Manakah yang dicari, status sebagai orang tua biologis atau kebaikan sejati? Ini pun dapat dijadikan barometer untuk memilih teman hidup seperti apa yang kita inginkan.