Aku masih berharap kau milikku... (Isyana Sarasvati-Masih Berharap).
Kesepuluh jemari lentik berlari lincah di atas tuts piano. Suara bass mengalir keluar dengan penuh kesedihan. Setelah bermain piano, Calvin menyeka ujung matanya. Ada luka di mata sipit bening itu. Luka yang digoreskan berulang kali oleh wanita pendamping hidupnya.
Pintu studio musik bergeser membuka. Safira melangkah masuk. Tertegun melihat ayah super tampannya terpagut kesedihan. Sejenak gadis kecil blasteran Indonesia-Turki-Jerman itu menundukkan wajah.
"Ayah jangan sedih..." ujarnya pelan, merangkak naik ke pangkuan Calvin.
Penghiburan putri semata wayangnya seperti obat. Obat yang menyembuhkan pedih hatinya. Calvin mengusap lembut rambut pirang Safira. Ia cium keningnya.
"Ayah nggak sedih, Sayang. Sudah biasa, Bunda kan memang begitu." kata Calvin menenangkan.
"Bunda kok jahat sama Ayah?" tanya Silvi polos.
"Bunda baik, Sayang. Bunda nggak suka aja kalo beda pendapat sama Ayah."
Nampaknya Safira hampir menangis. Bibirnya bergetar, seolah akan jatuh. Tubuhnya pun bergetar.
"Tapi Bunda sering nyakitin Ayah..."
Ah, ini sulit dijelaskan. Anak kecil belum mengerti dalamnya cinta sejati. Seburuk apa pun perlakuan Silvi, Calvin akan tetap menerima dengan rasa cinta. Tanpa kebencian setitik pun.