Mata Nyonya Tanty berkaca-kaca. Ia memiliki tujuan serupa dengan Silvi. Ia ingin kembali, kembali pada pria yang dicintainya. Pria lumpuh yang diinginkannya sebagai tempat untuk pulang. Sebersit harapan melintas di hati. Masihkah Dokter Tian mencintainya?
** Â Â Â
Sudut mata Calvin menangkap momen kasih dan penerimaan. Ia lihat Nyonya Tanty berlutut memegang tangan Dokter Tian di taman itu. Satu tangannya yang lain memegang untaian tasbih mutiara yang sangat cantik.
"Aku membaca puisi-puisimu...dibandingkan rosario kenang-kenangan Roger Hartman dan tasbih mutiaramu, aku menyimpan tasbih ini. Selalu kugunakan...dan selalu kurindukan pemberinya." Nyonya Tanty berbisik, air matanya meleleh.
Tangan Dokter Tian bergetar. Roger, nama yang menimbulkan efek traumatik itu disebut lagi. Nama ayah kandung Albert. Nama pria bule berdarah Jerman yang mengusirnya dari kehidupan Nyonya Tanty. Roger Hartman yang merusak relasi cinta sejati.
"Tanty, apa kamu masih bersama Roger?"
"Sejak bertahun-tahun lalu, aku tak pernah bersamanya lagi."
Bukan hanya Calvin, Silvi pun ikut memperhatikan dari jauh. Tegang dan berharap, berharap cinta akan menemukan jalannya. Dokter Tian dan Nyonya Tanty telah berpisah selama puluhan tahun. Mungkinkah mereka bisa bersatu lagi?
Kata maaf terucap dari bibir Nyonya Tanty. Maaf berpadu dengan terima kasih. Rasa terima kasih tak bertepi karena ketulusan mantan suaminya membesarkan anaknya, yang tidak memiliki ikatan biologis apa pun. Cerminan kelapangan hati seseorang yang rela membesarkan anak dari orang yang melukai hatinya begitu dalam.
Bisakah kata maaf meluluhkan hati? Ternyata bisa. Bisakah kata maaf membangkitkan cinta? Ternyata bisa. Cinta, yang menuntun pemilik hati untuk pulang ke hati yang lain.
"Kaurawat Al sendirian," tangis Nyonya Tanty, rebah di pelukan Dokter Tian.