"Are you sure?" Suara Calvin tak lebih dari bisikan.
Dinda mengangguk. Calvin menghela napas panjang-pendek, wajahnya semakin pias. Dadanya naik-turun menahankan berbagai emosi.
"Semuanya akan baik-baik saja, Sayang. Ayolah, malaikat tampan bermata sipitku. Please." pinta Dinda penuh kasih.
Di ruang makan, Adica dan Syifa telah menunggu. Mereka tersenyum hangat menyambut Calvin. Berusaha membuat penulis dan pengusaha ternama itu nyaman.
"Selamat pagi," sapa Adica dan Syifa nyaris bersamaan.
Calvin hanya tersenyum tipis. Mengambil tempat duduk di samping kanan Dinda. Berhadapan dengan Adica.
"Siap mulai terapi lagi?" tanya Adica, nadanya hangat dan bersahabat.
Mendengar itu, Calvin kembali waswas. Resah memandangi wajah sahabat baik sekaligus therapystnya. Adica tersenyum, berkata menguatkan.
"Tidak apa-apa. Tidak ada yang menakutkan. Ada saya di sini. Dan ada Dinda."
Calvin tertunduk dalam. Tetiba saja ingin kembali ke kamarnya. Lalu membuka pintu balkon, dan melompat dari atas.
"Saya harap, kamu tidak akan melakukan hal itu lagi." lanjut Adica. Sepertinya ia tahu apa yang dipikirkan klien istimewanya itu.