"Pak Adica meluluskan beberapa karyawan difabel. General manager sempat protes. Tapi kata Pak Adica, semua orang memiliki hak yang sama untuk mendapat pekerjaan. Tidak boleh ada diskriminasi. Baik yang normal maupun berkebutuhan khusus pantas mendapat kesempatan yang sama." Penuturan si karyawan sukses membuat Syifa larut dalam keharuan.
Calvin trenyuh. Pastilah ini juga demi Silvi. Adica mempunyai keponakan yang lumpuh, artinya difabel juga. Ia lakukan kebaikan pada orang-orang berkebutuhan khusus atas nama keponakan cantiknya. Agar Silvi tak didiskriminasi dan selalu dimudahkan langkahnya.
"Setahu saya, Pak Adica sudah sering menolong banyak karyawan lain. Makanya sebagian besar karyawan membelanya saat Pak Sihar melayangkan fitnah korupsi."
"Apa kalian tahu, kalau suami saya sakit parah?"
"Entah yang lain, tapi saya tahu. Saya sering melihat Pak Adica menyembunyikan rasa sakitnya saat memimpin rapat. Pernah juga saya temukan tissue bernoda darah dan tablet obat ketika membersihkan ruangan ini."
Bulir-bulir bening membasahi pipi Syifa. Ya Allah, bahkan pekerja di perusahaan pun tahu tentang sakitnya Adica. Bagaimana mungkin, Syifa yang notabenenya pendamping hidupnya, justru tak tahu?
"Pak Calvin, Pak Adica itu sama baiknya, sama salehnya, dan sama sabarnya seperti Anda. Kami semua mencintainya. Kami semua berusaha menuruti permintaan Anda di hari terakhir Anda di sini: cintai dan hormati pemimpin yang akan menggantikan kelak."
Calvin mengangguk. Bangga dan berterima kasih. Bahagia, haru, dan rindu membelai lembut hatinya.
** Â Â Â
https://www.youtube.com/watch?v=h3qUXuqkVak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H