"Ide soal musik ini semula dari Pak Calvin dan Pak Adica. Bagus juga kami dipimpin orang-orang yang paham musik. Tidak semua orang mau dan berbakat." Sihar memuji, tak sengaja matanya mengerling Syifa. Dipandangi Sihar, Syifa berpaling. Buru-buru Calvin menggandeng tangan Syifa ke lift eksekutif. Lift khusus direksi. Revan, Anton, dan Albert bergegas menyusul.
"Sihar membuatmu tak nyaman ya?" Anton menanyai Syifa di dalam lift.
Syifa mengangguk. Lift bergerak naik, pintunya membuka di lantai kedua sebelum lantai teratas. Tingkat ini hanya berisi ruangan direktur utama. Apa yang mereka lihat sungguh tak terduga.
Di koridor depan ruangan direktur utama, terpasang sebuah foto. Profil tampan dalam potret itu sangat familiar. Wajah yang begitu tampan, teduh, berwibawa. Di bawah foto itu, terdapat sebuah tulisan:
Mengenang
Pemimpin kami yang penuh kasih
Adica Wirawan
Hati Syifa bergetar hebat. Air matanya berjatuhan. Pertanyaannya terjawab seketika. Suami tercintanya dikenang dengan baik. Benar, orang baik akan selalu dicintai dimana pun ia berada.
"Aku yakin, tak ada yang berani menyentuh ruangan ini. Atau mencoba merebut posisinya lagi," desis Anton. Tanpa kata, ditariknya tangan Albert dan Revan kembali ke lift. Merasa tak pantas menginjakkan kaki di sini. Biarlah Calvin dan Syifa saja.
** Â Â Â
Selangkah demi selangkah, Calvin dan Syifa berjalan ke ruang kerja direktur utama. Ruangan besar itu hening dan dingin. Karpet tebal bersih tanpa setitik pun debu. Dua sofa besar, bufet, televisi, dan kulkas melengkapi ruangan mewah itu. Tumpukan dokumen tertata rapi di meja. Dinding dipenuhi lukisan dan foto-foto. Sebagian besar foto keluarga. Foto Calvin, Syifa, Silvi, si kembar, dan Rossie paling banyak mendominasi. Kelihatan sekali jika sang direktur utama tipikal family man.