Punya kakak super tampan dan super baik memang menyenangkan. Tiap hari, ada saja kejutan dan hal baik yang bisa dipelajari darinya.
Seperti pagi ini. Mendadak Adica dan Syifa penasaran, mengapa Calvin tak segera turun dari lantai atas. Berulang kali mengecek arloji, mencemaskan waktu yang kian mepet, keduanya memutuskan menyusul ke atas. Bertanya-tanya dalam hati.
"Calvin, apa yang kaulakukan? Cuma mau ke kampus kok, bukan mau fashion show." desak Adica tak sabar. Di sisinya, Syifa berdiri gelisah seraya memutar-mutar ikat rambut berwarna biru dan berbulu di tangannya.
"Sorry..." Calvin bergegas menemui kedua adiknya. Tersenyum meminta pengertian, lalu membuka kulkas. Mengeluarkan sejumlah coklat dan makanan kecil lainnya. Memasukkannya ke dalam paperbag.
"Buat apa kamu bawa sebanyak itu? Memangnya mau jualan?"
Protes Adica hanya dibalas Calvin dengan senyuman misterius. Syifa mengerling isi paperbag itu. Sejurus kemudian Calvin menggandeng tangan Syifa. Berjalan menuruni tangga.
"Aku saja yang bawa mobil ya," tawar Calvin setiba di garasi.
"Big no. Minggu lalu, kamu baru keluar dari rumah sakit. Dan kemarin kamu habis bantu Papa di perusahaan. Pasti capek. Biar aku, Syifa, atau supir kita."
"Kamu lupa? Memaksa orang yang demam untuk menyetir itu menyakitkan. Kasihan...sudah, aku saja. Sini kunci mobilnya."
Mau apa lagi? Sekejap saja kunci mobil berpindah tangan. Calvin sungguh pengertian. Cepat tanggap dan inisiatiff. Lima menit berselang, Alphard hitam itu meluncur meninggalkan rumah.
** Â Â Â