Silvi tersenyum cantik. Menunggu, menunggu Calvin membacakan kisah indah itu untuknya: Ayat-Ayat Cinta 2.
Suara Calvin bagus. Caranya bercerita pun sangat enak didengar dan mudah dipahami. Apa yang ia bacakan dan ceritakan tersampaikan. Sebab membacakan buku untuk orang lain berbeda dengan membacakan buku untuk diri sendiri.
Sambil mendengarkan, Silvi diam-diam menatap Calvin. Mematri wajah tampannya di dalam hati. Diakuinya, Calvin story teller yang baik. Ia bercerita dengan tulus, bercerita dengan hati. Silvi hanya berharap, Calvin tetap di sini. Bersamanya, di sisinya, apa pun yang terjadi.
Sesungguhnya, Calvin jauh lebih bahagia. Bahagia lantaran Allah masih mengizinkannya untuk hidup hari ini. Hidup dan memberikan hidupnya untuk orang lain. Hidup dan menebar kebaikan serta cinta kasih.
Buku itu selesai dibacakan. Silvi larut dalam kesedihan. Terbawa dalam alur cerita. Diraihnya tangan Calvin, digenggamnya erat.
"Calvin?"
"Ya?"
"Apakah teman-teman kita yang lain tahu tentang kita?"
"Beberapa sudah tahu, Silvi. Mereka membaca...mereka menyadari. Bahkan beberapa bertanya padaku."
Bibir mungil itu masih mengukir senyum. Namun kedua mata birunya menyimpan cerita lain. Genggamannya di tangan Calvin bertambah erat.
"Apa kamu masih memikirkannya?"