"Calvin, ada apa?" Silvi tak lelah bertanya.
"Besok aku harus ke kantor. Ada masalah yang perlu diselesaikan." Calvin menyahut singkat. Mengembalikan smartphone ke tempatnya.
"Tidak usah, Kak. Biar aku saja yang bereskan. Kakak istirahatlah di sini, sampai sembuh...ya?" cegah Syifa lembut.
Kata 'sembuh' terdengar ironis. Calvin menggenggam tangan Syifa, tersenyum sekilas pada adik bungsunya.
"Sembuh atau tidak, Kakak tetap akan ke kantor. Semuanya akan baik-baik saja, Syifa."
Di bawah tatapan teduh Calvin, Syifa speechless. Tak kuasa berkata-kata. Calvin terlalu baik, terlalu sabar untuk dibantah dan dilukai.
** Â Â Â
Bukan Calvin Wan namanya kalau tidak pekerja keras. Dalam keadaan sakit, ia masih bisa mengurus masalah di perusahaan. Membereskannya, mengatasinya, memimpin staf-stafnya dengan sabar dan bijak. Para staf itu tak tahu, bila atasan mereka yang tampan semalam terbaring lemah di rumah sakit akibat ulah sel Kidney cancer. Calvin pribadi yang kuat, ia takkan menunjukkan pada siapa pun kalau dirinya sedang sakit.
Selesai dengan urusan pekerjaan, Calvin tak langsung pulang. Ia tetap tinggal sebentar di ruangannya. Baru beberapa menit duduk di kursi empuk bersandaran tinggi itu, ia didatangi Syifa. Wajah si adik bungsu nampak kusut. Matanya agak merah.
"Kenapa, Syifa? Sini duduk...kamu kenapa?"
Calvin sendiri yang membukakan pintu untuk Syifa. Meraih lembut lengan Syifa, lalu mendudukkannya di sofa. Seperti caranya memperlakukan Syifa sewaktu ia masih kecil.