Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Special] Mata Pengganti, Pembuka Hati: Hari Ini Aku Masih Hidup

23 Januari 2018   06:03 Diperbarui: 23 Januari 2018   08:09 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Calvin terjatuh dari tempat tidur. Ini hanya mimpi buruk, sungguh hanya mimpi buruk. Bukan kenangan lama yang terulang lagi.

Pintu paviliun rumah sakit berdebam membuka. Terdengar teriakan dua orang gadis. Mereka berlari-lari mendekat. Bel dibunyikan. Tim dokter berdatangan.

Calvin merasakan tubuhnya diangkat. Dibaringkan lagi di ranjang. Selang oksigen dan peralatan lainnya dipasangkan. Wajah-wajah cemas menyeruak. Tangisan tertahan sesekali terdengar.

"Kak...Kak Calvin baik-baik saja?" tanya Syifa lirih, matanya berkaca-kaca.

"Calvin, apa kamu mimpi buruk lagi? Kenangan apa lagi yang kauingat?" Silvi mulai khawatir.

Tidak, ia sama sekali tidak menyukainya. Dua gadis yang menempati ruang spesial di hatinya menangis karena dirinya. Tugasnya untuk membahagiakan mereka. Tetapi, ia malah membuat mereka sering meneteskan air mata.

"Tidak...tidak apa-apa." jawab Calvin, berusaha menenangkan Silvi dan Syifa.

"Aku memahami dirimu, Calvin. Tiap kali kamu sakit, kamu selalu mimpi buruk. Mengingat kenangan-kenangan lama yang kurang menyenangkan. Ayolah, ceritakan padaku. Bercerita akan membuat perasaanmu lega." bujuk Silvi.

Mendengar itu, Syifa menutup wajah. "Masya Allah...laa illaha ilallah, adik macam apa aku ini? Aku saja tidak tahu Kak Calvin ternyata seperti itu. Ada apa? Kenangan apa lagi yang Kakak ingat?"

Enggan bercerita, Calvin bungkam. Tak ingin membuat Silvi dan Syifa bertambah sedih.

Smartphonenya berdering. Telepon dari kantor. Malam-malam begini? Namun Calvin tetap mengangkatnya. Beberapa menit bicara dengan si penelepon, wajah Calvin tetap tenang. Meski terlihat riak kecil kegelisahan di matanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun