Aku bingung. Aku teringat pesan Ayah Calvin. Kata Ayah Calvin, kita harus jujur. Kita tidak boleh mengambil barang yang bukan milik kita.
"Kalung ini bukan milikku." bantahku.
"Tapi kalung dan kotaknya jatuh di depan rumahmu. Berarti, kamu boleh memilikinya." Calisa tak mau kalah.
"Simpan saja. Kalung itu buat kamu. Sudah, aku mau pulang. Sebentar lagi Maghrib."
Calisa berjalan pergi meninggalkanku. Kupegang kalung emas itu erat. Kumasukkan kembali ke dalam kotak. Lalu aku berjalan masuk ke dalam rumah.
Setelah menyimpan kalung di dalam kamar, aku shalat Maghrib. Hatiku sedih. Aku tidak ingin menyimpan kalung itu. Tapi kata Calisa, kalung itu sudah jadi milikku karena jatuh di depan rumahku.
"Ya Allah, aku harus gimana? Kalung itu kan bukan punyaku...masa harus aku simpan?" Aku berdoa pada Allah.
Malamnya, Ayah Calvin pulang. Kupeluk Ayah Calvin erat. Aku menangis di pelukannya.
"Kenapa, Sayang?" tanya Ayah Calvin lembut.
"Ayah, tadi ada kalung jatuh di depan rumah kita. Aku ambil kalungnya. Kata Calisa, kalung itu punyaku karena jatuh di depan rumahku."
Ayah Calvin mengelus kepalaku.