"Maafkan aku, Calvin. Maaf...aku datang ke sana untuk mengobati stress dan kesedihanku. Aku tertekan, aku tak tahan dibicarakan terus-menerus oleh banyak orang karena...karena kekuranganmu."
Calvin terhenyak. Jadi, Calisa stress dan tertekan karena dirinya? Calisa nekat berbuat hal-hal yang tidak pantas hanya karena tertekan?
"Aku tak tahan dengan semua ini, Calvin. Maaf, aku tak sesempurna yang kamu kira. Istrimu ini juga manusia biasa, Sayang."
"Kamu tak tahan denganku? Kamu tak sabar menungguku untuk sembuh?"
Pertanyaan Calvin disambuti anggukan lemah istrinya. Bayangan kesedihan itu kembali menepi, lebih kelam. Lebih sakit dari sebelumnya.
"Lalu anak itu...siapa pelakunya?" Calvin mendekat, membelai lembut perut Calisa. Sebesar apa pun kecewa dan sedihnya, Calvin tetaplah memiliki sisa-sisa kelembutan di hatinya.
"Mas Cinta yang melakukannya. Dia masih mencintaiku, di sisi lain dia juga membencimu dan ingin melihatmu hancur. Pikirnya, anak ini akan membuatmu merasa bersalah dan tidak berguna."
Tidak, ini tidak mungkin. Calvin menggenggam tangan Calisa erat. Bayangan wajah teman baiknya berkelebatan. Mas Cinta itu hanyalah pseudonym dari seorang blogger dan pengusaha. Selain relasi bisnis, ia pun teman baaik Calvin. Selalu mensupport dan membesarkan hatinya. Pernah beredar rumor jika Mas Cinta diam-diam mencintai Calisa. Tapi itu sudah lama sekali. Ternyata itu benar. Bahkan pria tak tahu diri itu telah bertindak lebih jauh.
"Maaf, Calvin...sekali lagi aku minta maaf. Aku tidak sempurna, aku bukan istri yang sempurna untukmu." Calisa terisak, air mata menepi di pelupuknya.
Dengan hati hancur, Calvin memeluk Calisa. Merengkuhnya, membelai-belai rambutnya. Mencium kening dan pipinya. Calvin tak menyangka hal ini bisa terjadi. Istrinya datang ke night club, minum alkohol, lalu teman baiknya sendiri mengkhianatinya. Dalam situasi seperti ini, Calvin Wan orang yang teraniaya dan terzhalimi.
"Oh Calvin, kamu tidak membenciku? Kumohon...jangan lepaskan pelukanmu." tangis Calisa seraya membalas pelukan suami super tampannya. Tak hanya tampan parasnya, tampan pula hatinya.