Tatapannya berubah nanar. Satu kesan Silvi tentang lelaki berpostur tinggi dan berwajah tipikal Arabian ini: tidak suka. Laki-laki itu cukup tampan. Hidung mancung, wajah khas Timur Tengah, rahang tegas, dan mata indah. Istimewanya, setengah jam lalu si lelaki memberi tawaran yang sangat bagus. Tawaran yang diidamkan para wanita Muslim: Ta'aruf.
"Kamu yakin tidak mau mencobanya denganku?" tanya laki-laki itu untuk kedua kalinya.
"Sekali tidak tetap tidak, Syahriza Wardan." tandas Silvi.
Syahriza Wardan, lelaki berwajah Arabian itu, menghempas napas kesal. Kecewa berat tawaran Ta'arufnya ditolak. Putra tunggal salah satu pejabat tinggi negara itu tak dapat menahan perasaannya.
"Sebenarnya, apa yang kamu suka dari anak pengusaha itu? Apa bagusnya dia dibandingkan aku?" desak Riza dengan nada interogatif.
"Siapa yang kamu maksud itu?" balas Silvi marah.
Sebagai jawaban, Riza merebut tab dari tangan Silvi. Terbelalak menatap aplikasi e-mail yang sedang terbuka. Belakangan ini, Silvi lebih suka membuka e-mail di tab dan laptopnya. Sementara smartphonenya hanya ia gunakan untuk mengakses aplikasi chat dan sosial media.
"Lihat ini! Calvinwan912@gmail.com. Kamu sering sekali berkomunikasi dengannya! Ratusan e-mail di antara kalian berdua! Apa bagusnya si Calvin itu?"
Melawan rasa dinginnya, mengabaikan sakit di mata kanannya, Silvi melangkah maju. Merebut kembali tab miliknya.
"Bukan urusanmu, Riza. Lancang sekali kamu. Merebut milik orang lain, melanggar privasi...beginikah cerminan orang saleh dan religius?"
"Aku hanya penasaran. Apa yang ada di kepalamu? Sampai-sampai kamu lebih senang berdekatan dengan laki-laki aneh bernama Calvin Wwan itu dibandingkan dengan aku. Asal kamu tahu saja, keluargaku jauh lebih kaya dan berpengaruh dibandingkan keluarga Calvin. Ayahku pejabat negara, ibuku pengusaha sukses. Pengaruh, kekuasaan, dan kekayaan ada di tangan kami. Sebesar apa pun perusahaan milik Calvin, tetap takkan mampu menandinginya."