Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cintaku Hidup di Hatimu (2)

26 November 2017   05:54 Diperbarui: 26 November 2017   06:02 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin harus kunyatakan,

Perasaanku padamu

Yang terpendam

Sekian lama

Oh indahnya rasa cinta ini

Kuyakin hanya dirimu

Yang ingin kuberikan cinta suciku

Setulusnya kuberikan

Sejujurnya kucinta kamu

Kuyakin hanya dirimu

Yang slalu ada hatiku

Slalu ada dimimpiku

Kucinta kamu dengan segala adanya (Vina Panduwinata-Sejujurnya).

**      

Hari ini, Calvin tidak posting artikel. Bukan karena sakit. Bukan pula karena menjenguk Elby di penjara. Melainkan karena padatnya jadwal shooting dan pemotretan. Belum lagi diskusi alot dengan managernya terkait tawaran bermain sinetron. Bukan sinetron stripping dan jadwalnya yang bermasalah, tetapi perannya. Mengapa harus selalu menjadi peran protagonis? Mudah, sungguh mudah untuk Calvin memeragakan tokoh protagonis yang lembut, kalem, penyabar, dan selalu dibayang-bayangi kejahatan sang antagonis. Bertahun-tahun terakhir, Calvin sering mendapat peran seorang ayah yang sangat baik. Biasanya ia memerankan figur hot daddy dengan satu atau beberapa anak berlatar belakang keluarga yang sangat kaya.

Bosan? Sudah pasti. Calvin ingin mencoba peran baru. Tergoda hatinya untuk mendalami peran antagonis. Sesekali menjadi tokoh jahat yang licik, kasar, iri, dan ambisius yang berpotensi dibenci para pemirsa. Akan tetapi ia tak pernah ditawari peran antagonis. Selalu saja peran protagonis yang ia dapatkan. Padahal peran protagonis terlalu mudah. Terlalu mirip dengan sifat aslinya. Memerankan tokoh antagonis akan menjadi tantangan tersendiri.

"Aku mau ambil tawaran itu, asalkan aku menjadi peran antagonis." kata Calvin tegas, mengakhiri diskusinya.

Ya, pada akhirnya Calvin menolak. Tak mau berperan protagonis untuk sementara waktu. Toh dirinya masih disibukkan dengan kasus Elby. Prioritasnya adalah membebaskan putra tunggalnya dari penjara.

Calvin pulang ke rumah dengan tubuh penat. Pikirannya kusut. Serasa tak enak mendebat managernya sekeras itu. Walau ia sudah menjelaskan sesabar dan sehalus mungkin. Mudah-mudahan si manager mengerti.

Baru saja memarkirkan mobil di garasi, bel pintu berdering. Tergesa ia melangkah ke ruang depan. Butuh waktu beberapa menit mengingat besarnya rumah yang ditempatinya. Pintu terbuka, dan...

"Daddy Calvin!"

Sebuah suara sopran diikuti wangi lavender menyergap lembut. Sepasang lengan terentang, memeluk lehernya erat. Calvin terperangah menatapi gadis mungil, langsing, nan cantik jelita yang memeluknya itu.

"Valerie? Long time no see." Calvin berkata setengah tak percaya.

Valerie Dean, gadis cantik bermata biru yang tak lain sahabat Elby. Sejak kecil, Valerie dan Elby bersahabat. Mereka bersekolah di tempat yang sama, menekuni dunia eentertainment, dan menjalankan bisnis fashion. Valerie, si gadis blasteran Jawa-Inggris itu, dan Elby si pemuda berdarah keturunan, sering dikira sepasang kekasih oleh para fans. Soal dalamnya hati, hanya mereka yang tahu.

Dunia sempit. Itu benar. Valerie adalah putri semata wayang Dinda Pertiwi, cinta pertama Calvin Wan. Bukannya dekat dengan Dean Wijaya, ayah kandungnya sendiri, Valerie justru dekat dengan mantan kekasih Bundanya. Ironis.

"Miss you. Daddy kangen juga nggak sama aku?" tanya Valerie.

"Kangen, Sayang."

Calvin membelai rambut panjang Valerie. Menuntunnya masuk ke ruang tamu. Valerie berlama-lama menggandeng tangan Calvin, enggan melepaskannya. Sebulan lebih mereka tak bertemu.

Teh hangat dan muffin menemani obrolan ringan mereka. Valerie dan Calvin layaknya ayah dan anak. Duduk berdua, bertukar cerita, sesekali bercanda dan tertawa. Valerie banyak bercerita tentang teman-temannya, kuliahnya, dan sesi pemotretan yang diikutinya. Calvin sabar mendengarkan. Tak nampak sedikit pun tanda-tanda kejenuhan darinya. Tak segan pula ia memberi nasihat pada Valerie. Si gadis bermata biru pun mendengarkan dengan senang hati.

"Daddy, tadi aku jenguk Elby di penjara. Aku bawakan dia pizza, burger, dan breadtalk. Dia habiskan semua makanan yang kubawa. Katanya, makanan di penjara nggak enak." Valerie bercerita penuh semangat.

Hati Calvin trenyuh seketika. Masih ada yang peduli pada anaknya. Masih ada yang mencintai dan menyayangi putra tunggalnya. Di saat publik dan keluarga besar menjudge negatif, Valerie datang dengan support dan cinta kasihnya.

"Terima kasih, Sayang. Terima kasih mau peduli dengan Elby." ujar Calvin, sekali lagi mengelus kepala Valerie.

"Sama-sama, Daddy. Elby kan sahabatku. Aku harus kasih support buat diaa. Aku sayang Elby, aku juga sayang Daddy Calvin."

Disertai senyum manis, Valerie meletakkan kepalanya di lengan Calvin. Bermanja-manja pada pria tampan itu. Kini mereka benar-benar mirip ayah dan anak.

Sesaat hening. Valerie menikmati kebersamaannya dengan Calvin. Ia serasa menemukan aura seorang ayah dalam diri aktor, presenter, dan model berdarah Tionghoa itu. Hal yang tak pernah diperolehnya dari ayah kandungnya sendiri. Jangan samakan Dean Wijaya dengan Calvin Wan.

"Daddy?"

"Ya?"

"Kenapa Daddy Calvin nggak nikah aja sama Bunda Dinda?"

Pertanyaan sulit. Sungguh, ia ingin sekali menikahi Dinda. Keadaan menghalanginya menikahi mantan model yang kini mengelola sebuah butik itu. Calvin tak mungkin bersatu dengan Dinda. Penyakit dalam tubuhnya, berikut vonis infertilitas yang menimpanya, menjadi halangan terbesar. Lalu, bukankah Dinda sudah tidak mencintainya lagi?

"Kenapa, Daddy?" desak Valerie.

Menghela napas berat, Calvin menjawab pertanyaan Valerie. "Bunda Dinda sudah tidak cinta Daddy lagi."

"Oh ya? Kalau tidak cinta, kenapa tiap hari Bunda Dinda selalu nonton acara Catatan Hati? Kenapa Bunda Dinda sering menangis sambil lihat foto Daddy? Kenapa Bunda Dinda izinkan Valerie sahabatan sama Elby?"

Perkataan Valerie membiaskan keterkejutan. Catatan Hati adalah program talk show yang dibawakan Calvin. Ternyata Dinda setia menyaksikannya di layar kaca.

"Bunda Dinda masih cinta kok sama Daddy."

Benarkah itu? Cinta pun tak cukup. Kini Dinda sudah bersuami. Valerie menjadi buah cinta pernikahannya dengan Dean. Calvin tak ingin menjadi perebut istri orang. Label sebagai pria idaman lain sangat menyakitkan dan tidak terhormat. Baru-baru ini, rekannya sesama artis menjadi sorotan karena telah menjadi wanita perebut suami orang. Jangan sampai jagat dunia hiburan tanah air kembali geger dengan skandal artis setampan Calvin Wan bermain di belakang dengan mantan model.

"Daddy, itu obat apa?" tunjuk Valerie tetiba.

Di atas meja marmer, tergeletak beberapa tablet obat. Calvin lupa menyingkirkannya.

"Hanya suplemen biasa, Valerie." Saat mengatakannya, Calvin menghindari pandangan mata Valerie.

"Bukan, Daddy. Itu bukan obat biasa. Aku pernah lihat. Ehm...apa itu obat kanker? Daddy sakit kanker?"

"Tidak Sayang, itu bukan obat kanker. Ah kamu kebanyakan main sinetron. Sering lihat aktris sinetron menyembunyikan obat-obatan buat penderita kanker."

Mau tak mau Valerie tertawa. Calvin mengacak-acak rambutnya gemas. Ini hanyalah taktik. Supaya Valerie tenang dan melupakan pertanyaannya seputar tablet obat misterius itu.

Bel pintu kembali berbunyi. Calvin dan Valerie beranjak bangkit, lalu membuka pintu. Betapa kagetnya mereka saat mendapati sesosok ibu cantik bergaun merah muda di ambang pintu.

"Bunda?"

"Dinda?"

Nyaris bersamaan Valerie dan Calvin mengatakannya. Calvin dan Valerie bertukar pandang, lalu tertawa. Ibu cantik bergaun merah muda dan berambut sepinggang itu ikut tertawa. Dan...eurekka, kebekuan mencair seketika.

"Bunda mencarimu, Sayang. Ternyata kamu di sini. Pulang yuk." ajak Dinda halus.

"Nggak mau. Valerie mau di sini aja. Mau temenin Daddy Calvin." tolak Valerie bandel.

"Tidak apa-apa, Dinda. Mungkin Valerie masih ingin bersamaku." Calvin menengahi dengan lembut.

Suara bass bernada lembut itu, tatapan teduh dari sepasang mata sipit itu, sukses menghipnotis Dinda. Calvin Wan tetaplah Calvin Wan. Tampan, memesona, dan punya sejuta aura memikat meski telah memasuki usia 45 tahun. Sosok pria berumur yang tak kehilangan ketampanannya. Tipikal hot daddy super ganteng idaman banyak remaja lelaki dan perempuan.

Jauh di dalam hati, Dinda masih mencintai Calvin. Meski Calvin sering mengecewakannya, membuatnya tak mengerti, dan menyakiti hatinya entah sengaja atau tidak. Namun, cinta itu masih ada. Masih mengakar kuat walau diiringi rasa kecewa dan sakit hati yang belum memudar.

"Ayo pulang, Valerie. Lain kali kamu bisa ketemu Daddy Calvin lagi." bujuk Dinda.

Valerie keras kepala. Tak mau dibujuk. Katanya, ia takut bertemu Dean. Ayahnya itu selalu memupuk rasa bersalah di benaknya.

Calvin menatap Dinda lekat. Memperhatikannya saat wanita di masa lalunya itu membujuk Valerie. Dinda yang cantik, lemah lembut, dan keibuan. Sebenarnya amat serasi bersanding dengan Calvin. Daddy Calvin Wan dan Bunda Dinda Pertiwi. Masih mungkinkah mereka bersatu?

Sementara itu, di luar gerbang rumah, seorang wanita bergaun putih menangis. Terisak tertahan. Separo wajahnya tersembunyi di balik tangannya. Air mata terus mengalir. Air mata bercampur darah.

Beginikah yang namanya menangis darah? Darah ini pun berasal dari kedua matanya. Mata Muthiah, sang model, penulis, blogger, hypnotherapyst, motivator, dan announcer cantik itu. Hatinya kembali terasa sakit. Dia baru saja melihat Dinda turun dari sedan mewahnya dan menemui Calvin. Mau apa lagi perempuan itu?

Mata Muthiah berdarah lagi. Bukan lagi mata sebelah kanan, tapi sebelah kiri. Hatinya menyesali sikap Calvin dan luka berdarah yang ditimbulkannya. Mengingat apa yang telah dilakukan Calvin hanya menyakiti hati Muthiah saja. Calvin yang tidak pernah mendengarkannya, mengeraskan hati padanya, dan tidak peduli padanya. Calvin yang banyak berubah. Menjadi lembut dan suka mengalah hanya karena Dinda, bukan karena Muthiah.

"Kamu tidak pernah mencintaiku, Calvin. Kamu hanya cinta The Chosen Ladymu saja..." isak Muthiah. Menyeka darah dari matanya. Perasaan kesepian, tidak dihargai, dan tidak dicintai kembali menyelusup ke benak wanita itu. Ruang hampa di hatinya diliputi kesuraman. Kini Muthiah tahu. Calvin tidak pernah peduli padanya. Tidak mencintainya. Muthiahlah yang mencintai Calvin, bukan Calvin yang mencintainya.

Ponsel pintarnya membunyikan notifikasi. E-mail dari penggemarnya. Mengatakan kepuasan setelah membaca novel terbaru Muthiah. Tanpa gairah, Muthiah membalas e-mail itu. Muthiah yang cantik, terkenal, dikagumi banyak orang, ternyata kesepian dan merasa dirinya tak diinginkan. Patah hati yang sangat parah, ditambah lagi sikap Calvin yang membuatnya terluka dan kecewa, menggenapi perasaan tak dicintai serta tak diinginkan itu.

Langit melukiskan awan kelam. Kelam yang sama, menutupi hati Muthiah.

Calvin semestinya tahu. Dinda, Muthiah, dan Valerie adalah potret wanita-wanita kesepian yang terluka dihantam kekecewaan cinta.

**      


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun